PRO TERHADAP RANCANGAN UNDANG - UNDANG KUHP


1.      RUU KUHP Tentang Perzinahan

Dulunya  ketentuan Pasal 284 KUHP, apabila laki-laki dan perempuan yang kedua-duanya belum menikah dan melakukan hubungan seks di luar ikatan pernikahan yang sah maka tidak dapat dikategorikan sebagai perzinaan dan tidak dapat dijerat oleh hukum. Dengan kata lain, ketentuan Pasal 284 KUHP, baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan peluang kepada persetubuhan di luar nikah antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat pernikahan dengan orang lain.
Perbuatan tersebut akan dikriminalisasikan kerena perbuatan yang melanggar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (adat istiadat, kesusilaan dan agama); Perbuatan yang akan dikriminalisasikan bersifat anti sosial karena merugikan masyarakat atau menimbulkan kerusakan terhadap masyarakat; Kebijakan kriminalisasi harus memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja badan-badan penegak hukum; Kebijakan kriminalisasi harus memperhatikan fungsi dan tujuan hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan.

Rumusan Pasal 284 KUHP, Pemerintah melakukan revisi terhadap Rancangan KUHP mengenai perzinaan yaitu dalam Pasal 484 Rancangan KUHP. Revisi mengenai perzinaan tersebut sebagai berikut:

  • Revisi terhadap sanksi pidana penjara yaitu yang semula paling lama 9 (sembilan) bulan menjadi paling lama 5 (lima) tahun.
  • Revisi terhadap pelaku perzinaan yaitu yang semula pelaku perzinaan adalah hanya laki-laki menikah dan perempuan menikah yang melakukan hubungan seks bukan dengan istri atau suaminya maka dalam Rancangan KUHP juga meliputi laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah dengan orang lain.

Revisi Pasal perzinaan menilai bahwa masalah perzinahan muncul dari public demand bukan pribadi atau keluarga, karena public demand, maka diatur dalam UU. Di banyak negara liberal, lazim terdapat hukum yang mengatur kegiatan pribadi. Dalam aktivitas seks, warga tidak boleh melakukan hubungan seks sedarah (incest), warga tidak boleh mengumpulkan foto-foto yang masuk dalam kategori ‘’pornografi anak’’, warga tidak diizinkan berpoligami, atau kalau menggunakan contoh yang lebih ekstrem: warga tidak boleh melakukan bunuh diri dan warga tidak boleh menjadi pecandu narkotika, kendatipun kedua kegiatan itu bisa dilihat sebagai ‘’kegiatan sadar yang dilakukan orang dewasa dengan akibat yang harus ditanggung oleh orang dewasa itu sendiri’’. Dengan demikian, intervensi negara terhadap wilayah pribadi tidak pernah diharamkan, bahkan dalam masyarakat liberal yang menjadi kunci adalah alasan. Sebuah kegiatan pribadi yang dipercaya berpotensi menimbulkan efek negatif atau dipandang sebagai sebuah tindakan tidak bermoral, lazim dinyatakan terlarang.
Meskipun perzinaan tampak sebagai kegiatan yang bersifat sangat pribadi, namun pada dasarnya perzinaan adalah kegiatan pribadi yang memiliki dimensi sosial luas. Oleh karena itu, intervensi negara mempunyai landasan kokoh antara lain bahwa salah satu penyebab utama penyebaran HIV dan AIDS adalah hubungan seks di luar nikah. Hubungan seks diluar nikah berpotensi menimbulkan kehamilan remaja, kehamilan di luar pernikahan, aborsi, perceraian, yang terkait pula dengan tumbuhnya pola keluarga dengan orang tua tunggal (single parenthood).[1]
            Dan dalam RUU KUHP yaang baru seperti ini :
Pasal 485 Rancangan KUHP
Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana paling banyak Rp 30 juta . Hukuman ini bersifat alternatif yaitu hakim dapat memilih apakah dipidana atau didenda
Pasal 483 RUU KUHP
(1) Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:
a. laki laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki laki yang bukan suaminya;
c. laki laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki laki, padahal diketahui bahwa laki laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

2.      RUU KUHP Tentang Pornografi

Indonesia adalah Negara yang paling bermoral, maka pornografi menjadi urusan penting di Indonesia. Di Indonesia ada 3 hukum yang dijadikan dasar pembentukan Undang-Undang Yaitu Hukum adat, Hukum Barat dan Hukum Islam. RUU Pornografi sangat dibutuhkan Indonesia karena bertujuan untuk menyelamatkan moral bangsa ini. Meskipun di Negara barat orang hanya memakai pakaian dalam berjalan-jalan tidak menjadi masalah, tetapi berbeda dengan Indonesia hanya orang gila yang berani berpakain seperti itu.
Draft RUU yang baru ada 8 Pasal yang mengatur mengenai anak. Dan itu merupakan pasal substansi. Undang Undang itu sudah ada tapi kejahatan pornografi sangat marak terjadi. Faktanya saat ini polisi tidak bisa berbuat apa-apa jika ada kejahatan pornografi, UU Ponoografi ini dibuat untuk melindungi anak dan memuliakan perempuan. Ada perbedaan pengaturan di dalam UU yang sudah ada dengan dengan UU ini. UU Pornografi ini sifatnya lex specialis, sama seperti UU Korupsi.        
Masalah Pornografi sebenarnya masalah penegakan hukum, masalah ini karena Indonesia baru 10 tahun reformasi, menurut Thomas Hobes Negara akan stabil dalam hal penegakan hukum jika sudah dalam jangka 12 tahun reformasi. Sehingga UU ini harus ada jika moral bangsa ini ingin diselamatkan, terutama anak cucu kita dan generasi bangsa ini harus diselamatkan dari ancaman pemerkosaan dan kejahatan pornografi lainnya.
Masalah Pornografi bukan sekedar masalah orang tua, tapi tergantung lingkungan dan moral anak itu sendiri. Dan arah RUU ini sebenarnya untuk menumpas para produsen-produsen Pornografi. Hal ini kan masih RUU sehingga bisa dipertegas umtuk menjadi lebih baik. UU ini hanya dipakai sebagai landasan untuk mengatur baik dan buruk menurut Budaya Indonesia.
Apabila ada orang telanjang dan dipublikasikan ini merupakan kejahatan dan ini merupakan salah satu indikasi bahwa hukum di Indonesia mandul terhadap pornografi Misalnya, di Amerika tidak ada UU Pornografi, dan setiap detik ada pemerkosaan. Sehingga Pornografi ada dan harus diberantas dengan UUnya. Masalah pasal 1 bisa menjadikan aurat sebagai batasan.[2]
                                                                       
3.      RUU KUHP Tentang Korupsi, Teroris, dan Suap

Jika ingin pemberantasan korupsi berjalan baik mestinya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperkuat. Dan sampai saat ini KPK juga tidak berhasil memberantas korupsi. Padahal KPK juga hanya lembaga independen yang dibentuk karena Lembaga Yudikatif tidak bekerja secara efektif dan efisien menangani masalah korupsi. Maka dengan adanya revisi ini diharapkan dapat meberantas korupsi sampai akar- akarnya. Bahkan sebenarnya, upaya revisi KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebenarnya telah dilakukan sebelum KPK dibentuk.
Soal isu pelemahan wewenang KPK melalui revisi KUHP, tidak ada hubungannya antara pemerintah, DPR, dan tim perumus KUHP untuk memangkas kewenangan komisi antirasuah. KPK tidak perlu terlalu mempersoalkan revisi KUHP. Sebab, pasal korupsi di KUHP hanya ada 15 pasal dari keseluruhan 766 pasal di KUHP.
Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional itu menambahkan, kewenangan lembaga khusus seperti Badan Narkotika Nasional, KPK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tidak akan terganggu. Wewenang BNN, KPK, mengenai terorisme tidak akan di ganggu karena korbannya mencakup banyak orang. Tetapi KUHP tidak hanya mengurusi koruptor, ada 36 bab. Asas keadilan restoratif tidak akan dipakai untuk tindak pidana korupsi. 

4.      RUU KUHP Tentang Santet

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah didebatkan Dewan Perwakilan Rakyat ternyata mengandung unsur santet. Dalam rancangan undang-undang yang diajukan pemerintah tersebut, pasal 293 mengatur penggunaan ilmu hitam ini.
Berikut ini bunyi pasal tersebut:
(1). Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Permasalahan santet perlu diatur dalam Undang-Undang, meskipun santet memang sulit dibuktikan. Namun tetap perlu ada aturan yang mengatur hal-hal yang dipercaya masyarakat sebagai hal gaib. Santet akan mengalami  kesulitan pembuktian, ruang lingkupnya seperti apa, tetapi dimasukkan sebagai tindak pidana sah-sah saja.
Polisi juga setuju meskipun ketika dirumuskan dalam KUHP bebannya ada di polisi, karena istilah santet itu ada sejak dahulu. Banyak kasus yang mengemuka di beberapa daerah, misalnya isu santet yang dianiaya sampai mati, ini harus dikaji. Ketika tidak diakomodasi dalam UU, suatu saat ada pelaku santet dibawa ke polisi, maka polisi tidak bisa berbuat apa-apa jika RUU Santet tidak disyahkan.
Pasal santet harus menjadi bagian hukum di Indonesia, karena telah banyak sekali jatuh korban yang membuat orang menderita, dan pelakunya terhindar dari jeratan hukum. Pembuktian pasal santet adalah oleh para ahli karena banyak orang yang mempunyai kemampuan seperti itu, sehingga juga banyaknya orang mampu menyantet. Selain itu sebuah pembuktian santet dapat dibacakan surat Yunus ayat 80-81, maka orang yang terkena santet akan terucap dari mulutnya siapa yang berada didalam tubuhnya, siapa pelakunya dan siapa yang menyuruh. Dan tujuan RUU KUHP tentang Santet itu untuk menghukum pelaku santet, dan membuat pelakunya jera. Sehingga produktifitas masyarakat indonesia akan lebih baik dengan tingkat kesehatan yang lebih maksimal.
Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir, meluruskan kontruksi hukum pasal 293 Ruu KUHP, “Tak ada istilah pasal santet dalam pasal 293 itu. Menurutnya, pasal itu dikenakan bagi mereka yang menawarkan jasa ilmu gaib untuk membunuh orang lain. Soal apakah orang itu meninggal karena santet, itu tak masuk pembuktian hukum”.[3]
Namun, sebaiknya santet diatur sebagai bagian dari hukum Adat dan hukum agama, jadi sanksinya pun diatur oleh hukum adat masing-masing daerah serta hukum agamanya masing-masing.

5.      Pro Terhadap RUU KUHP, menurut Pemerintah
Pemerintah menegaskan, penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Pidana (RUU KUHP) tidak bermaksud menghilangkan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyusunan kedua RUU tersebut atas dasar sistem hukum nasional dan memperhatikan HAM yang universal.[4]
RUU KUHP merupakan upaya rekodifikasi hukum pidana sehingga seluruh asas hukum pidana berlaku untuk semua tindak pidana baik yang diatur di dalam KUHP maupun di luar KUHP. Dengan berlakunya KUHP baru, Undang-Undang di luar KUHP bukan berarti menjadi tidak berlaku karena Undang-Undang di luar KUHP merupakan lex specialis. Hal ini secara jelas telah diatur dalam Pasal 757 dan Pasal 758 RUU KUHP.
Dengan demikian, RUU KUHP tidak mengeliminasi eksistensi Undang-Undang di luar KUHP dan tidak mendelegitimasi keberadaan lembaga penegak hukum (antara lain KPK). RUU KUHP merupakan lex generalis sehingga tidak menghilangkan kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Terkait dengan penghapusan penyelidikan dalam RUU KUHP, menurut Menkumham, hal ini diserahkan kepada setiap institusi yang telah ditentukan dalam undang-undang masing-masing, misalnya Pasal 43 dan Pasal 44Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Selain itu, tindakan penyelidikan merupakan tindakan yang dilakukan secara diam-diam (tindakan keintelijenan) yang bersifat undercover yang cukup diatur di dalam SOP.

Post a Comment

- Kritik dan saran sangat dinantikan demi kemajuan website ini.
- Silakan melaporkan jika adal, jika ada link yang mati.
- Mohon untuk berkomentar sesuai dengan tema postingan.
- Dilarang berkomentar yang mencantumkan Link Aktif. jika ditemukan, akan saya hapus.