- Contoh kasus turut melakukan
Jaksa Penuntut Umum (JPU), menuntut
Ihsan (29), satu dari delapan pelaku perampokan ATM di Universitas Bung Hatta,
dengan hukuman 12 tahun penjara. Sedangkan Rahmad Syamsurizal (35) bersama
istrinya, Eni Erawati (36), hanya dituntut tiga tahun, karena tidak terlibat
langsung dalam perampokan yang terjadi 25 September lalu. Meski dituntut 12
tahun, Ihsan tampak tidak terkejut saat menjalani persidangan di Pengadilan
Negeri Padang, Senin (21/2). Wajahnya tetap tenang. Berlainan dengan Eni, yang
langsung menangis mendengar tuntutan JPU. Dia tidak membayangkan nasib
anak-anaknya, jika dia dan suaminya masuk penjara.
Dalam tuntutannya, JPU Gusnefi
menyebutkan, kalau Ihsan sudah melanggar pasal 365 ayat 2 KUHP, dan pasal 1
ayat 1 Undang-Undang RI nomor 12 tahun 1951 jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Terdakwa
melakukan perampokan dan memiliki senjata tanpa izin. Ancaman hukuman 12 tahun,
setimpal dengan perbuatannya,” jelas Gusnefi. Sementara, Rahmad dan Eni tidak
dihukum berat dikarenakan keduanya tidak ikut serta dalam perampokan. Keduanya
hanya menikmati hasil perampokan, serta menyediakan tempat bagi perampok untuk
berkumpul. JPU menyebutkan, Eni dan Rahmad menerima hasil rampokan senilai Rp10
juta, yang dibelikan perhiasan emas dan uang tunai Rp1,1 juta.
Setelah membacakan tuntutan,
ketiganya langsung digiring menuju sel tahanan. Ihsan, Rahmad dan Era,
diberikan waktu seminggu untuk menyusun pembelaannya secara tertulis, dan akan
dibacakan pada sidang, Senin depan. Bagaimana nasib anak-anak, kalau saya dan
uda dipenjara. Mereka mau mengadu sama siapa,? jelas Era sembari menangis.
Analisis Kasus
Dalam kasus ini, terdakwa Ihsan dikenakan pasal 365 ayat (2) yang
berbunyi :
“diancan dengan pidana penjara paling lana dua belas tahun :
1. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api
atau trem yang sedang berjalan;
2. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;
3. Jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau
memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian
jabatan palsu;
4. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
Terdakwa
Ihsan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, dilakukan dengan maksud
untuk mempermudah dilaksanakannya pencurian. Karena kekerasan yang dia lakukan,
menyebabkan timbulnya rasa takut atau cemas pada korban. Sehingga dia dikenakan
pasal 365 di atas.
Jaksa penuntut umum juga menuntut
terdakwa Ihsan dengan aasal 1 ayat (1) UU RI No. 12 Tahun 1951 yang berbunyi :
”Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat,
menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan,
mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman
mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara
setinggi-tingginya dua puluh tahun.”
Terdakwa Ihsan dikenai pasal tersebut
di atas karena dia memiliki senjata api tanpa izin. Sementara itu, dia dikenai
pasal 55 ayat (1) karena tindak pidananya ini termasuk dalam kasus penyertaan
yang pelakunya lebih dari satu orang, sehingga memenuhi rumusan pasal tersebut.
Kedua terdakwa lain, Rahmad dan Eni,
meski tidak terlibat langsung dalam perampokan yang dilakukan terdakwa Ihsan,
tapi mereka ikut membantu menyediakan tempat bagi terdakwa Ihsan serta
menikmati hasil rampokan. Maka, terdakwa Rahmad dan Eni termasuk dalam istilah medeplegen (turut melakukan) dari pasal 55
ayat (1) KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Bekerja sama ini terjadi sejak
mereka merancang niat untuk bekerja sama untuk melakukan perampokan.
- Contoh kasus penganjuran
Hambit
Beri Akil Rp 3 Miliar agar Gunung Mas Tak Kisruh
Kamis,
6 Maret 2014 | 16:22 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan suap
pengurusan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Gunung Mas, Kalimantan Tengah,
Hambit Bintih, mengaku terpaksa memberikan Rp 3 miliar kepada mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Ia mengatakan, pemberian uang itu untuk menjaga
ketertiban di Kabupaten Gunung Mas agar tidak terjadi kerusuhan di daerah yang
telah dipimpinnya selama 5 tahun itu.
Hal tersebut dikatakan Hambit saat menyampaikan nota
pembelaan (pleidoi) atas tuntutan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,
Kamis (6/3/2014) siang. Sebagai bupati incumbent, Hambit menilai
masyarakat Gunung Mas sudah menyambut gembira atas keterpilihannya kembali
sebagai bupati. Dia mengklaim kinerjanya saat menjadi Bupati Gunung Mas sangat
memuaskan. Dia bahkan menyebut berbagai prestasi yang telah diraihnya selama
menjabat bupati di sana.
Oleh karena itu, setelah diancam oleh Akil untuk membayar Rp
3 miliar, Hambit mengaku dirinya merasa sangat khawatir. Jika dia kalah dalam
sengketa pilkada di MK, maka akan diadakan pemungutan suara ulang. Dia khawatir
pemungutan ulang itu akan menimbulkan kerusuhan di Gunung Mas.
"Saya tidak ingin ada kerusuhan di Gunung Mas. Karena
itu, uang Rp 3 miliar harus ada untuk ketua MK. Akan sia-sia perjuangan 5 tahun
membangun Gunung Mas," kata Hambit.
Atas dasar itu, dia pun memohon kepada Majelis Hakim agar
mempertimbangkan dengan seadil-adilnya. Menurutnya, dia hanyalah korban dalam
kasus suap sengketa pilkada ini, sementara aktor utamanya adalah Akil. Dia
berharap Majelis Hakim yang merupakan Tuhan di dunia mampu mengadili dengan
bijak.
"Saya sudah mengaku bersalah dalam kasus ini. Majelis
Hakim sebagai Tuhan di dunia saya harap dapat mengadili dengan seadil-adilnya,
dengan melihat fakta-fakta hukum yang telah disampaikan," ujarnya.
Dalam sidang pekan lalu, Hambit dituntut 6 tahun penjara dan
denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara. Jaksa penuntut umum Komisi
Pemberantasan Korupsi menilai Hambit terbukti menyuap Akil terkait sengketa
hasil Pilkada Gunung Mas.
ANALISIS
Kasus diatas termasuk penganjuran yang
dilakukan oleh Akil
Mochtar karena menggerakan orang lain yaitu Hambit untuk
melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan
oleh undang-undang
secara limitatif, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi
kesempatan, sarana, atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan suatu
perbuatan (Pasal 55(1) angka 2).
Dalam
kasus tersebut Akil Mochtar menyalahgunakan kekuasaanya sebagai ketua Mahkamah
Konstitusi, Akil Mochtar juga menggunakan ancaman kepada Hamid untuk mebayar
dirinya sebesar 3 miliar supaya dia dimenangkan dalam kasus sengketa Pemilihan
Kepala Daerah Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Adanya penyalahgunaan kekuasaan
dan ancaman oleh Akil Mochtar telah memenuhi penganjuran sesuai dengan yang
disebutkan dalam (Pasal 55(1) angka 2).
Kasus
suap kepada Akil Mochtar juga memenuhi syarat penganjuran yaitu:
1.
Ada kesengajaan untuk menggerakkan orang lain melakukan perbuatan yang
terlarang.
Akil Mochtar menggerakkan Hamid untuk melakukan suap sebesar 3 miliar supaya
dapat dimenangkan dalam kasus sengketa Pemilihan Kepala Daerah Gunung Mas,
Kalimantan Tengah.
2.
Menggerakannya dengan menggunakan upaya-upaya
(sarana-sarana) seperti tersebut dalam undang-undang (besifat liminatif). Akil Mochtar menggerakkan Hamid
dengan menyalahgunakan kekuasaanya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi dan dengan
ancaman kepada Hamid.
3.
Si pembuat materil tersebut melakukan tindak pidana yang
di anjurkan atau melakukan tindak pidana. Akil Mochtar jelas melakukan tindak
pidana karena melanggar pasal 55(1) angka 2.
4.
Pembuat materil tersebut harus dapat dipertanggung
jawabkan dalam hukum pidana. Akil Mochtar sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 55(1) angka 2 sehingga perbuatannya
dapat dipertanggung jawabkan.
- Contoh kasus tindak pidana percobaan
BOGOR,
KOMPAS.com — Kasus pemerkosaan penumpang di angkutan umum hampir terjadi lagi.
MD (48), sopir angkutan kota trayek 38 Cibinong-Gunung Putri, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, mencoba memerkosa penumpangnya, B (15), siswi kelas III SMP, di
dalam angkot. Percobaan pemerkosaan itu terjadi pada Selasa (24/1/2012) sekitar
pukul 20.00. Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor berhasil
membekuk sopir angkot itu pada Rabu sore.
”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada korban yang tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat mengancam korban,” tutur Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun
”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada korban yang tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat mengancam korban,” tutur Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun
Komisaris Imron Ermawan di Cibinong, Kamis
(26/1/2012).
Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Saat kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku di depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di Gunung Putri.
Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Saat kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku di depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di Gunung Putri.
Di dalam angkot masih ada tujuh penumpang. Namun,
satu per satu penumpang turun sehingga tinggal tersisa korban. Saat itu, pelaku
meminta korban yang duduk di belakang pindah ke depan. Korban tidak curiga. Setelah
korban duduk di depan, MD berbuat tidak senonoh sambil membawa angkot ke tempat
sepi di Kampung Tlajung, Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri. Pelaku
kemudian memaksa korban pindah ke bagian belakang angkot.
Dia menggunakan jok angkot sebagai alas untuk
memerkosa korban, tetapi karena melihat orang lewat dan berupaya mendekatinya,
MD berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan meninggalkan korban di
jalan. ”Korban pulang naik ojek, lalu menceritakan kejadian itu kepada
orangtuanya, lalu mereka melapor kepada kami. Berdasarkan ciri-ciri pelaku dan
ciri mobil, kami menangkap MD,” ujar Imron.
Analisis:
1.Pelaku:
1.Pelaku:
Berdasarkan kasus diatas maka dapat disimpulkan
bahwa supir angkot telah melanggar kasus pidana pada pasal 53 ayat (1) : “Mencoba
melakukan dipidana, jika niat itu telah ternyata dari adanya permulaan
pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan
karena kehendaknya sendiri”
2.Tindak
Pidana:
Tindak
Pidana Percobaan
Pelaku
yang berupaya mencoba memperkosa korban dan berhenti tidak jadi memperkosa
karena ada seseorang yang sedang lewat dan mendekati pelaku. Hal ini dapat
dianalisis dari kejadian di atas adalah : Sopir angkutan berencana untuk
memperkosa siswi kelas III SMP. Sopir angkot mencoba memperkosa siswi tersebut,
tapi kejahatan yang dilakukan sopir angkot belum sepenuhnya selesai, karena
ditengah aksinya sopir angkot melihat orang lewat dan berupaya untuk
mendekatinya, pelaku yang berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan
meninggalkan korban di jalan. Inilah yang kemudian disebut percobaan dalam
hukum pidana.
3.Akibat
dari tindak pidana
Pelaku dihukum 10 tahun penjara. Hal ini
dikarenakan hukuman yang dijatuhkan hakim yaitu 15 tahun dikurangi 1/3nya yaitu
5 tahun.
- Contoh kasus tindak pidana menyuruh lakukan
Kasus : 2 Pelajar SMK Jadi Kurir Ganja ,Diberi Upah
Rp50 Ribu
Selasa
,13 Mei 2014 08:31 WIB
Bramantyo–
Okezone
Solo-
Petugas Polresta Surakarta ,Jawa Tengah menagkap dua pelajar sebuah SMK swasta
di Solo karena menjadi kurir ganja.
“Dari
tangan tersangka polisi menemukan barang bukti 13,3 kilogram (ganja),”jelas
Kapolresta Surakarta , Kombes Pol Iriansyah, Selasa (13/5/2014).
Ia
menyebut pelaku ,Mws (17), warga Jebres, Solo , ditangkap di sebuah kebun
kosong di Banjarsari , pada Sabtu 10 Mei sekitar pukul 01.00 WIB . Sekitar 30
menit kemudian ,Ry (18) di rumahnya di Banjarsari , Solo .
Di
rumah Mws polisi menemukan barang bukti 13,3 kilogram ganja , satu telefon
genggam Blackberry , dan kartu ATM . Sedangkan di rumah Ry ,polisi menemukan
satu bungkus ganja seberat satu kilogram , satu timbangan , satu telefon
genggam , dan satu unit sepeda motor bernomor polisi AD 5206 SU.
Dari
hasil penyelidikan terungkap bahwa Mws menerima ganja tersebut di Jalan Ir
Sutami ,tepatnya di depan Taman Budaya Surakarta (TBS) Kentingan , jebres pada
Kamis 1 Mei sekitar pukul 22.00 WIB . Ia menerima ganja sebanyak 20 bungkus
atau seberat sekitar 17 kilogram dari sesorang berinisial B yang kini masih
buron .Mws kemudian menyimpan barang tersebut di sekitar TBS Kentingan Jebres.
Lalu ,Ry pada Jumat 02 Mei sekitar pukul 13.00 WIB menjemput Mws untuk
mengambil barang itu untuk dipindahkan kesebuah kebun kosong di kawasan
Banjarsari. “apa yang dilakukan oleh kedua tersangka tersebut diperintah oleh B
melalui telefon genggamnya untuk diantar kebeberapa lokasi yang ditentukan
jelasnya. Diduga ,dua kilogram lebih ganja sudah mereka jual .
Iriansyah
menambahkan ,dari hasil pemeriksaan sementara, kedua tersangka mendapat upah
Rp50 ribu setiap mengantar ganja tersebut . Keduanya sudah mendapatkan total
upah sebesar Rp350 Ribu yang di transfer melalui bank .
Analisis Kasus
:
Dari
informasi yang didapat dari berita tersebut dapat di tarik analisis yaitu bahwa
- Pelaku
Tersangka
Mws menerima ganja tersebut di Jalan Ir Sutami , tepatnya di depan Taman Budaya
Surakarta (TBS) Kentingan , jebres pada Kamis 1 Mei sekitar pukul 22.00 WIB .
Ia menerima ganja sebanyak 20 bungkus atau seberat sekitar 17 kilogram dari
sesorang berinisial B .Mws kemudian menyimpan barang tersebut di sekitar TBS
Kentingan Jebres .Lalu ,Ry pada Jumat 02 Mei sekitar pukul 13.00 WIB menjemput
Mws untuk mengambil barang itu untuk dipindahkan kesebuah kebun kosong di
kawasan Banjarsari .
Kedua
tersangka tersebut adalah orang suruhan dari B , B menyuruh lakukan MWS dan Ry
untuk mengantarkan barang haram tersebut (ganja) kebeberapa lokasi yang sudah
di tentukan oleh B . kedua tersangka tersebut di beri upah Rp 50rb setiap kali
mengantar , dan keduanya sudah mendapat total upah Rp 350 ribu yang di transfer melalui bank .
Untuk
perantara dalam transaksi narkotika golongan1 ,terhadap pelakunya dapat diancam
sesuai pasal 114 ayat (1) Undang-UndangNomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (
UU Narkotika) :
Setiap
orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual ,menjual ,
membeli, menerima , menjadi perantara dalam jual beli , menukar atau
menyerahkan Narkotika golongan I , dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling
banyakRp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Tapi
perlu kita ketahui ancaman pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak
pidana adalah setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa
sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 26 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Thn
1997 tentang Pengadilan Anak.
Pada
dasarnya tidak ada perlindungan bagi anak yang dijadikan kurir narkoba . Akan ,
tetapi jika terbukti bahwa anak tersebut
dijadikan kurir karena disuruh , diberi atau dijanjikan sesuatu , diberikan
kemudahan ,dipaksa dengan ancaman , dipaksa dengan kekearasan , dengan tipu
muslihat , atau dibujuk , Maka pihak yang melakukan hal tersebut kepada si anak
dapat dipidana mati atau pidana seumur hidup , atau pidana penjara paling
singkat 5 th dan paling lama 20 th dan pidana denda paling sedikit Rp
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah ) dan paling banyakRp 20.000.000.000,00 (
dua puluh milyar rupiah ) Pasl 133 ayat 1 UU Narkotika.
- Contoh kasus tindak pidana pembantuan
Pembunuh Nanda Divonis 7 Tahun Penjara
Kamis, 10 Oktober 2013, 03:31 WIB .
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dua
pelajar terdakwa kasus pembunuhan Nanda Amelia Setyowati (15 tahun) divonis
tujuh tahun penjara. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut
umum, yakni selama delapan tahun.
Para terdakwa yakni Yudi Satria (17) dan Dirgantara Bagus Dwi Cahya (14). Mereka membunuh Nanda di TK Tunas Wisata, Ambarrukmo, Catur Tunggal, Depok, Minggu (7/7) lalu. Para terdakwa dinyatakan terbukti bersalah telah melanggar pasal 340 junto 55 KUHP tentang penganiayaan yang disertai pembunuhan berencana secara bersama sama. Namun mereka mendapatkan keringanan hukuman karena masih berusia muda serta mengaku menyesal telah melakukan pembunuhan.
Para terdakwa yakni Yudi Satria (17) dan Dirgantara Bagus Dwi Cahya (14). Mereka membunuh Nanda di TK Tunas Wisata, Ambarrukmo, Catur Tunggal, Depok, Minggu (7/7) lalu. Para terdakwa dinyatakan terbukti bersalah telah melanggar pasal 340 junto 55 KUHP tentang penganiayaan yang disertai pembunuhan berencana secara bersama sama. Namun mereka mendapatkan keringanan hukuman karena masih berusia muda serta mengaku menyesal telah melakukan pembunuhan.
Jaksa penuntut umum, Wahyu Handono,
mengatakan akan masih pikir-pikir terkait vonis yang diberikan. "Kami
masih pikir-pikir juga. Kalau penasihat hukum mereka banding, yang pasti kami
juga akan banding," katanya. Sementara itu, kedua terdakwa menyatakan akan
pikir-pikir setelah divonis selama tujuh tahun penjara. Konsultan hukum
keluarga korban, Triyandi Mulkan, mengaku kecewa atas vonis yang lebih ringan.
Lantaran para pelaku telah merencanakan pembunuhan terhadap Nanda.
Ia menilai pembunuhan terhadap Nanda dilakukan secara sadis. Sehingga, menurutnya hukuman yang diberikan seharusnya lebih dari tujuh tahun penjara. "Keluarga korban sangat kecewa dengan vonis ini," katanya. Triyandi juga mengatakan saksi Elfira seharusnya dapat menjadi terdakwa. Saksi dinilai terlibat dalam pembunuhan lantaran ia melihat kejadian namun tidak melaporkan kepada kepolisian.
Ia menilai pembunuhan terhadap Nanda dilakukan secara sadis. Sehingga, menurutnya hukuman yang diberikan seharusnya lebih dari tujuh tahun penjara. "Keluarga korban sangat kecewa dengan vonis ini," katanya. Triyandi juga mengatakan saksi Elfira seharusnya dapat menjadi terdakwa. Saksi dinilai terlibat dalam pembunuhan lantaran ia melihat kejadian namun tidak melaporkan kepada kepolisian.
Sementara itu, terdakwa Safri
Setiawan (15) divonis empat tahun penjara dan Aris Yunanto (13) divonis satu
tahun penjara. Vonis tersebut juga lebih ringan dari tuntutan, yakni lima tahun
penjara dan empat tahun penjara. Mereka dinilai telah melanggar Pasal 340 junto
Pasal 56 Ayat 1 KUHP tentang pembantuan pembunuhan berencana. Vonis ringan
tersebut dijatuhkan lantaran keduanya masih berusia muda. Sebelumnya, Nanda
telah ditemukan tewas di TK Tunas Wisata pada Ahad (7/7) lantaran dipukul
menggunakan batu sebanyak empat kali di bagian kepala.
Pembunuhan secara bersama-sama ini dipicu karena korban dinilai menjelek-jelekan Yudi Satria. Yudi yang juga sebagai mantan pacarnya merasa sakit hari sehingga meminta korban datang ke TKP dan dibunuh secara beramai-ramai.
Pembunuhan secara bersama-sama ini dipicu karena korban dinilai menjelek-jelekan Yudi Satria. Yudi yang juga sebagai mantan pacarnya merasa sakit hari sehingga meminta korban datang ke TKP dan dibunuh secara beramai-ramai.
Analisis:
Kasus di atas merupakan tindak pidana pembantuan dikarenakan
1. Orang
bernama Elfira yang telah disebutkan di atas telah melakukan tindak pidana
pembantuan dikarenakan dia tidak ikut melakukan tindakan yang telah menyebabkan
hilangnya nyawa Nanda. Dia tidak ikut perbuatan aniaya dengan memukul menggunakan batu, tapi dia hanya diam
saja dan tidak melaporkan kepada yang
berwajib ketika terjadi insiden tersebut.Kasus di atas merupakan tindak pidana pembantuan dikarenakan
2. Yang selanjutnya adalah apa yang dilakukan Elfira bukan untuk kepentingannya pribadi, tapi dia lebih terkesan memberi kesempatan atau memperlancar kasus tersebut dengan tidak melapor kepada pihak berwajib walaupun dia tidak ikut dalam tindakan penganiayaan.
Jadi kesimpulannya Elfira itu melakukan tindak
pidana pembantuan karena pembantuan itu dilakukan dengan salah satu cara yaitu
memberikan kesempatan. Elfira terkesan memberikan kesempatan agar perbuatan itu
dapat dilaksanakan dengan caranya yaitu tidak melaporkan kepada yang berwajib
padahal dia telah mengetahui perbuatan itu mengancam Nanda. Dalam kasus ini
Elfira sengaja memberikan kesempatan tetapi dia tidak bekerja sama untuk
melakukan perbuatan tersebut. Seharusnya Elfira juga dikenakan ancaman hukuman
selama sekitar 4, 7 tahun karena dia telah melakukan pembantuan dalam
pelaksanaan perbuatan tersebut sehingga hukumannya adalah hukuman terdakwa
yaitu Safri dikurangi 1/3nya.
Post a Comment
- Kritik dan saran sangat dinantikan demi kemajuan website ini.
- Silakan melaporkan jika adal, jika ada link yang mati.
- Mohon untuk berkomentar sesuai dengan tema postingan.
- Dilarang berkomentar yang mencantumkan Link Aktif. jika ditemukan, akan saya hapus.