BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan
moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah
benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang
baik dalam kehidupan, sehingga anak/peserta didik memiliki kesadaran, dan
pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakter
merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral, yang
ditunjukkan dalam tindakan nyata melalui perilaku jujur, baik, bertanggung
jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter mulia lainnya.
Dalam konteks pemikiran Islam, karakter berkaitan dengan iman dan ikhsan. Hal
ini sejalan dengan ungkapan Aristoteles, bahwa karakter erat kaitannya dengan
“habit” atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan diamalkan.
Wynne (1991) mengemukakan bahwa karakter berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana
menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari.
Oleh sebab itu, seorang yang berperilaku tidak jujur, curang, kejam, dan rakus
dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang
berperilaku baik, jujur, dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang
memiliki karakter baik/mulia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pendidikan karakter ?
2. Bagaimana landasan pendidikan karakter ?
3. Bagaimana ciri dasar pendidikan karakter ?
4. Bagaimana pendekatan pendidikan karakter ?
5. Bagaimana model pembelajaran berkarakter ?
6. Bagaimana strategi pendidikan karakter ?
7. Bagaimana implementasi pendidikan karakter ?
8. Bagaimana peran penting pendidikan karakter bagi pembangunan bangsa ?
9. Bagaimana kaitan pendidikan karakter dengan PPKn ?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian pendidikan karakter.
2. Memahami landasan pendidikan karakter.
3. Memahami ciri dasar pendidikan karakter.
4. Memahami pendekatan pendidikan karakter.
5. Memahami model pembelajaran berkarakter.
6. Memahami strategi pendidikan karakter.
7. Memahami implementasi pendidikan karakter.
8. Memahami peran penting pendidikan karakter bagi pembangunan bangsa.
9. Memahami kaitan pendidikan karakter dengan PPKn.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Karakter dan Pendidikan Karakter
Karakter
dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk
hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter dapat dianggap
sebagai nilai- ilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
esa, diri, sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-
norma agama, hukum, tata karma , budaya , adat istiadat, dan estetika. Karakter
dalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari –hari baik dalam bersikap
maupun dalam bertindak. Warsono dkk. (2010) mengutip Jack Corley dan Thomas
Philip (2000) menyatakan : “ Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang
yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.”
Menurut
KBBI (2009) Karakter merupakan sifat- sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan sesorang denan yang lain.
Sementara Scerenko (1997) mendefinikan karakter sebagai artibrut atau
ciri- ciri yang membentuk dan membedakan cir- pribadi , ciri etis, dan
kompleksitas mental dari seseorag, suatu kelompok atau bangsa. Dengan demikian
karakter adalah nilai- nilai yang unuk – baik yang terpati dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010)
Sebagai
identitas atau jati diri suatu bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku
yang menjadai acuan tata nilai interaksi antar manusia. Secara universal
karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar:
kedamaian (peace), menghargai (respect), kerja sama (cooperation), kebebasan (
freedom), kebahagiaan ( happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati
(humility), kasing sayang (love), tanggung jawab (responsibility),
kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan
(unity).Karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi
seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas (keturunan) maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakan dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan
perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
Tujuan
pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar,
dan indah untuk kehidupan. Karena itu
tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan
pendidikan.
Pendidikan
Karakter adalah upaya sadar dan sungguh – sungguh dari seseorang guru untuk
mengajarkan nilai –nilai kepada siswanya (Winton,2010). Pendidikan karakter telah
menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial,
pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa. Pendidikan Karakter
juga dapat didefinikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang
mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikan dan mengajarkan
nilai- nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan
sesama manusia maupun dalam hubungannya denga Tuhannya. Kemudian definisi
tersebut dikembngkan oleh Departemeb Pendidikan Amerika Serikat “Pendidikan
karakter mengajarkan kebiasaan berpikir dan kebiasaan berbuat yang dapat
membantu orang – orang hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, sahabta,
tetangga, masyarakat, dan bangsa.”
Menurut
Scenreko (1997) pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang
sungguh–sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan,
didorong,dan diberdayakan melalui keteladana, kajian (sejarah dan biografi para
bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasu (usaha yang maksiman untuk
mewujudkan hikah dari apa- apa yang diamati dan dipelajari). Selanjunya Anne
Lockwood memerinci ada tiga proposisi sentral dalam pendidikan karakter.
“Pertama, bahwa tujuan pendidikan morla dapat dikejar, tidak semata – mata
membiarkannya sekedar sebagai kurikulum tersembunyi yang tidak terkontrol , dan
bahwa tujuan pendidikan karakter telah
memiliki dukungan yang nyata dari masyarakat dan telah menjadi konsensus
bersama. Kedua, bahwa tujuan – tujuan behavioral tersebut adalah bagian dari
pendidikan karakter. Ketiga, perilaku antisosial sebagai bagian kehidupan anak
–anak adalah sebagai hasil dari ketidakhadiran nilai- nilai dalam pendidikan.”
Jadi,
pedidikan karakter adalah proses pemberian tuntuna kepada peserta didik untuk
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga,
serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai ssebagi pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak, pendidikan moral, yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik
– buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari – hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter dapat pula dimaknai
sebagai upaya yang terencara untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan
menginternalisasi nilai- nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagi insan
kamil.
Makna
pendidikan sebagi suatu sistem penanaman nilai – nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai- nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil. Penanaman nilai kepada warga sekolah maknanya bahwa
pendidikan karakter baru akan efektif jika tidak hanya siswa, tetapi juga para
guru, kepala sekolah dan tenaga non-pendidik di sekolah semua harus terlibat
dalam pendidikan karakter.
B. Landasan
Pendidikan Karakter
Dalam
pengertisn yang lebih luas pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti dan pendidikan
watak yang bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara yang
baik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter memiliki empat prinsip (Koesoema,2006) yaitu: 1) keteraturan
setiap tindakan dan diukur berdasarkan hierarki nilai. 2) koherensi yang
memberikam keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip. 3) otonomi. 4)
keteguhandan kesetiaan.
Mengapa
perlu melakukan pendidikan karakter? Sekurang-kurangnya memiliki empat alasan
utama, yakni historis, yuridis, sosiologis, dan pedagogis.
Historis
Alasan
historis perlunya pendidikan karakter terkait dengan perjalanan saejarah bangsa
sejak perlawanan yang bersifat kedaerahan, kebangkitan nasional, revolusi fisik
merebut kemerdekaan, hingga memepertahankan kemerdekaan. Pada setiap perlawanan
tersebut terdapat etos perjuangan yang patut di teladanin seperti jiwa sepi ing pamrih rame ing gawe. Mentalitas
tersebut dimanifestasikan oleh perjuangan tanpa pamrih, tidak mengharapkan
imbalan jasa, yang penting Indonesia bebas dari penjajah yang telah menghisap
darah Ibu Pertiwi. Kuntul baris,
rawe-rawe rantas malang-malang putung adalah mentalitas bekerja sama yang
kokoh antara rakyat dengan pimpinan sehingga daya juang pada waktu itu sangat
dasyat. Oleh karena itu etos perjuangan tersebut harus di ajarkan kepada
generasi muda sekarang melalui pendidikan karakter ini.
Yuridis Alasan
yuridis adalah alasan berdasarkan undang-undang . Misalnya menurut pasal 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di tegaskan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Dengan deskripsi tersebut pendidikan karakter sangat perlu
untuk mewujudkannya,agar sesuai UU No 20 tahun 2003.
Sosiologis Alasan
sosiologis adalah alasan yang timbul dari adanya kenyataan di masyarakat
seperti merebaknya berbagai perilaku buruk yang sangat jauh dari kehidupan
berkarakter yang melanda Indonesia. Kondisi demikian mendorong pemerintah untuk
melakukan penguatan kembali proses pendidikan hingga menyentuh aspek
pengembangn karakter, utamanya di persekolahan dan perguruan tinggi.
Pedagogis
Alasan
pedagogis adalah alasan perlunya pendidikan karakter dilakukan untuk mendidik
warganegara. Secara psikopedagogis anak adalah seorang warga negara hipotetik.
Artinya warganegara yang belum jadi yang harus dididik menjadi seseorang yang
sadar akan kewajiban dan hak-haknya sebagai insane tuhan, insane sosial dan
politik. Dengan demikian hidup berkarakter itu tidak lahir dengan sendirinya,
melainkan harus dibina melalui proses pendidikan. Dengan demikianlah pendidikan
karakter itu diperlukan untuk membina peserta didik agar hidup berkarakter
sesuai dengan nilai-nilai dan norma sesuai dengan fitrah manusia. Ada tiga
tujuan pendidikan karakter yakni pribadi yang berkarakter, sekolahatau kampus
yang berkarakter dan masyarakat yang berkarakter (Lickona,2004).
Pendidikan Karakter dalam Konteks Makro
Konteks
makro bersifat nasional yang mencakup keseluruhan konteks perencanaan dan
implementasi mengembangkan karakter yang melibatkan seluruh pemangku
kepentingan pendidikan nasional. Secara makro pengembangan karakter dapat
dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil.
pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang digali,
dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber antara lain pertimbangan: 1) filosofis -
agama, pancasila, UUD 1945 dan UU No 20 tahun 2003 beserta ketentuan
perundang-undangan turunanya. 2) pertimbangan teoritis - teori tentang otak,
psikologis, pendidikan, nilai dan moral dan sosial-kultural. 3) pertimbangn
empiris berupa pengalaman dan praktek terbaik (best practices) dari antara lain tokoh-tokoh satuan pendidikan
unggulan, pesantren dll. Pada tahap implementasi dikembangkan pengalaman
belajar (learning experiences) dan
proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri individu
peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pembudayaan dan
pemberdayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan
pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tida pilar pendidikan yakni
dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar
pendidikan aka nada dua jenis pengalaman belajar (learning experiences) yang di bagi dalam dua pendekatan yaitu
intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi
belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan
pembentukan karakterdengan menerapkan kegiatan yang berstruktur. Agar dalam
proses pembelajaran tersebut berhasil guru sebagai sosok anutan yang sangat
penting dan menentukan. Sementara itu dalam habituasi diciptakan situasi dan
kondisi yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikaanya, irumahnya,
di dalam masyarakatnya membiasakan diri berprilaku sesuai nilai. Pada tahap
evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang
disengaja dirancang dan dilaksanakan untuk menditeksi aktualisasi karakter
dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan
pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik.
C.
Ciri Dasar Pendidikan Karakter
Menurut
Foerster, seorang pencetus pendidikan dan pedadog Jerman, menyatakan bahwa ada
empat ciri dasar pendidikan karakter, yakni sebagai berikut:
1.
Keteraturan Interior, di mana setiap tindakan
diukur dengan hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan.
2. Koherensi, yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mungkin terombang-ambing pada situasi baru aau takut resiko. Koherensi adalah dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi akan meruntuhkan krediilitas seseorang.
3. Otonomi. Seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai bagi pribadi, lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh pihak lain.
4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Sedangkan kesetiaan adalah dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Kematangan keempat karakter ini, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. Karakter inilah yang menetukan performa pribadi dalam setiap tindakannya.
2. Koherensi, yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mungkin terombang-ambing pada situasi baru aau takut resiko. Koherensi adalah dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi akan meruntuhkan krediilitas seseorang.
3. Otonomi. Seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai bagi pribadi, lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh pihak lain.
4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Sedangkan kesetiaan adalah dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Kematangan keempat karakter ini, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. Karakter inilah yang menetukan performa pribadi dalam setiap tindakannya.
D. Pendekatan
Pendidikan Karakter
·
Pendekatan
Penanaman Nilai
Pendekatan
Penanaman Nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi
penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan
nilai adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa dan berubahnya
nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan
(Superka, et al.1976). Menurut pendekatan ini, metode yang digunakan dalam
proses pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif,
simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Pendekatan ini
merupakan pendekatan tradisional. Dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan
perkembangan kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976). Pendekatan
ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas.
Dalam perkembangannya, pendekatan ini tidak sesuai dengan alam pendidikan Barat
yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan individu. Namun, disadari
atau tidak pendidikan ini digunakan secara meluas dalam berbagai masyatakay,
terutama dalam penanaman nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya.
·
Pendekatan Perkembangan Kognitif
Karakteristiknya
memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini
mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam
membuat keputusan-keputusan moral. Menurut pendekatan ini, perkembangan moral
dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan
moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih
tinggi (Elias, 1989).
Tujuan utama pendekatan ini
1. Membantu siswa
dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai
yang lebih tinggi.
2. Mendorong
siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya
dalam suatu masalah moral.
Menurut pendekatan ini, proses pengajaran nilai didasarkan pada
dilema moral, dengan metode diskusi kelompok. Diskusi dilaksanakan dengan
memberi perhatian pada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju
tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilema, baik dilema
hipotekal maupun faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian.
Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik
(Superka, et. Al. 1976; Banks, 1985).
Pada dasarnya, pendekatan ini mudah digunakan dalam proses
pendidikan di sekolah karena memberikan penekanan pada aspek perkembangan
kemampuan berpikir. Selain itu, karena pendekatan ini memberikan perhatian
sepenuhnya kepada isu moral dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan
pertentangan nilai tertentu dalam masyarkat, pendekatan ini menjadi menarik.
Dalam praktiknya, teori ini menghidupkan suatu kelas.
Kelemahan pendekatan kognitif, menampilkan bias budaya Barat.
Dalam proses pengajaran, pendekatan ini juga tidak mementingkan kriteria benar
salah untuk suatu perbuatan. Yang dipentingkan adalah alasan yang dikemukakan
atau pertimbangan moralnya.
·
Pendekatan
Analisis Nilai
Pendekatan Analisis Nilai memberikan penekanan pada perkembangan
kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang
berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Tujuan utama pendidikan moral menurut pendekatan
ini , yaitu pertama membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis
dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial, yang berhubungan
dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu siswa untuk mengggunakan proses
berpikir rasional dan analitik, dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan
konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya, metoda-metoda pengajaran yang
sering digunakan adalah pembelajaran secara individu atau kelompok tentang
masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan,
penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada pemikiran rasional.
Menurut
pendekatan ini, ada enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses pendidikan
karakter, yaitu (1) mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait. (2)
mengumpulkan fakta yang berhubungan. (3). Menguji kebenaran fakta yang
bekaitan. (4). Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan. (5)
merumuskan keputusan moral sementara.
(6). Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan.
Kekuatan
pendekatan ini, antara lain, mudah diaplikasikan dalam ruang kelas karena
penekanannya pada pengembangan kemampuan kognitif. Pendekatan ini juga
menawarkan langkah-langkah yang sistematis dalam pelaksanaan proses
pembelajaran moral. Kelemahannya, pendekatan ini hanya berdasarkan kepada
prosedur analisis nilai yang ditawarkan serta tujuan dan metoda pengajaran yang
digunakan. Pendekatan ini sangat menekankan aspek kognitif, dan sebaliknya
mengabaikan aspek afektif dan perilaku. Pendekatan ini sangat berat memberi
penekanan pada proses, kurang mementingkan isi nilai.
·
Pendekatan
klarifikasi nilai
Memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji
perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang
nilai-nilai mereka sendiri. Menurut pendekatan ini, tujuan pendekatan karakter
ada tiga, pertama, membantu siswa agar menyadari dan mengidentifikasikan
nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain. Kedua, membantu siswa
agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain,
berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri. Ketiga, membantu siswa agar mampu
menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran
emosional, mampu memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.
Dalam proses pengajarank berdasarkan kepada nilainya sendirinya, pendekatan ini
menggunakan metode dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil,
dan lain-lain.
Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya
dimiliki oleh seseorang. Guru bukan sebagai pengajar nilai, melainkan sebagai
role model dan pendorong. Peranan guru adalah mendorong siswa dengan
pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam
melakukan proses menilai.
Kekuatan pendekatan ini terutama memberikan penghargaan yang
tinggi kepada siswa sebagai individu yang mempunyai hak untuk memilih,
menghargai, dan bertindak berdasarkan kepada nilainya sendiri (Banks, 1985).
Metode pengajarannya juga sangat fleksibel, selama dipandang sesuai dengan
rumusan proses menilai dan empat garis panduan yang ditentukan.
·
Pendekatan
pembelajaran berbuat
Menekankan pada usaha memberikan kesempatan pada siswa untuk
melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara
bersama-sama dalam suatu kelompok. Tujuan utama pendidikan moral berdasarkan
pendekatan ini, pertama, memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan
perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama,
berdasarkan niali-nilai mereka sendiri. Kedua, mendorong siswa untuk melihat
diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan
sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari
suatu masyarakat yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi.
Metode pendekatan ini menggunakan projek-projek tertentu untuk
dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam
berorganisasi atau berhubungan antara sesama.
Kekuatan
pendekatan ini pada program-program yang disediakan dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan demokrasi.
Kelemahan pendekatan ini sulit dipraktikkan. Sebagian dari program-program yang
dikembangkan dapat digunakan, namun secara keseluruhan sukar dilaksanakan.
E.
Model Pembelajaran Berkarakter
Pendidikan karakter dapat dilakukan
dengan berbagai model. Model tersebut antara lain: pembiasaan dan keteladanan,
pembinaan disiplin, hadiah dan hukuman, CTL (Contectual
Teaching and Learning), dan pembelajaran partisipatif (partisipative instruction). Model-model pembelajaran tersebut
disajikan sebagai berikut :
1.
Pembiasaan
Dari berbagai metode pendidikan,
metode yang paling tua antara lain pembiasaan. Pembiasaan adalah sesuatu yang
sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi
kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu
adalah sesuatu yang diamalkan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu
yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan , karena akan menjadi kebiasaan yang
melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk berbagai
kegiatan dalam setiap pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Pembiasaan dalam
pendidikan hendaknya dimulai sedini mungkin.
Dalam bidang psikologi pendidikan,
metode pembiasaan dikenal dengan istilah operan
conditioning, mengajarkan peserta didik untuk membiasakan perilaku terpuji,
disiplin, giat belajar, bekerja keras, ikhlas, jujur, dan bertanggung jawab.
Metode pembiasaan ini perlu diterapkan guru dalam proses pembentukan karakter,
untuk membiasakan peserta duidik dengan sifst-sifat yang baik dan terpuji,
sehingga aktivitas yang dilakukan oleh peseta didik terekam secara positif.
Pembiasaan akan membangkitkan
internalisasi nilai dengan cepat, karena nilai merupakan suatu penetapan kualitas
terhadap objek yang menyangkut suatu jenis aspirasi atau minat. Internalisasi
adalah upaya menghayati dan menteladani nilai, agar tertanam dalam diri setiap
manusia. Tahap-tahap internalisasi nilai dalam pendidikan berkarakter mencakup:
(a) Transformasi nilai, pada tahap ini guru sekedar menginformasikan
nilai-nilai yang baikdan yang tidak baik kepad siswa; (b) Transaksi nilai,
yaitu suatu tahap pendidikan karakter dengan jalan melakukan komunikasi dua
arah atau timbal balik; (c) Transinternalisasi, yakni bahwa tahap ini lebih
dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan
lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mental, dan kepribadiannnya.
Pendidikan melalui pembiasaan dapat
dilakukan secara terprogram dalam pembelajaran, dan secara tidak terprogram
dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan terprogram antara lain: biasakan melakukan
kegiatan inkuri dalam setiap pembelajaran, biasakan melakukan refleksi pada
setiap akhir pebelajaran, biasakan melakukan penialaian secara sebenarnya,
biasakan peserta didik untuk bekerjasama, biasakan peserta didik untuk sharing
dengan temannya, biasakan peserta didik terbuka dalam kritikan, dll. Kegiatan
pembiasaan secara tidak terprogam dapat dilakukan melalui bebrapa cara.
Pertama, rutin yaitu pembiasaan yang dilakukan terjadwal, seperti upacara
bendera, senam, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri. Kedua, spontan
yaitu pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti perilaku
pemberian salam, membuang sampah pada tempatnya, dan antre.
2.
Keteladanan
Keteladanan guru sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik.
Keteladanan ini memiliki peran dan fungsi yang sangat pentingg dalam membentuk
kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Dalam
hal ini guru tidak hanya ditunut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi yang
paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang
pembentukan karakter dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
Dalam keteladanan ini, guru harus
berani tampil beda, harus berbeda dari penampilan-penampilan orang lain yang
bukan guru, beda dan gaul (diferent and
distingtif). Sebab penampilan guru bisa membuat peserta didik senang
belajar, bisa membuat peserta didik betah belajar dikelas, tetapi bisa juga
membuat peserta didik malas belajar bahkan malas masuk kelas seandaiya
penampilan gurunya acak-acakan tidak karuan. Disinilah guru harus menjadi
teladan agar bisa ditiru dan diteladani oleh peserta didiknya.
Sebagai teladan tentu saja pribadi dan
apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik dan orang di
sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan
dengan itu beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan bila perlu
didiskusikan dalam forum MGMP dan KKG antara lain: (a) cara bicara dan gaya
bicara, penggunaan bahasa sebagai alat berpikir; (b) kebiasaan bekerja, gaya
yang dipakai guru dalam bekerja. Pakaian merupakan perengkapan pribadi yang
amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian; (c) proses berpikir,
cara yang digunakan dalam menghadapi dan memecahkan masalah; (d) gaya hidup
secara menyeluruh, apa yang dipercaya seseorang setiap aspek kehidupan dan
tindakannya.
Secara teoritis menjadi teladan
merupkan bagian integral dari seorang guru sehingga menjadi guru berarti
menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Memang setiap profesi mempunyai
tuntutan khusus dan karenanya bila menolak berarti menolak profesi itu. Dalam
beberapa hal memang benar bahwa guru harus bisa menjadi teladan, tetapi jangan
sampai hal tersebut menjadikan guru tidak memiiki kebebasan sama sekali. Guru
juga manusia, dalam batas-batas tertentu tentu saja memilki berbagai kelamahan
dan kekurangan.
3.
Pembinaan disiplin peserta didik
Dalam rangka menyukseskan pendidikan
karakter, guru harus mampu menumbuhkan disiplin peserta didik terutama disipli
diri (self-dicipline). Guru harus
mampu membantu peserta didik mengembangkan pola perilakunya, meningkatkan
standar perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan
disiplin. Utuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu sikap demokratis, sehingga
peraturan disisplin perlu berpedoman pada hal tersebut. Guru berfungsi sebagai
pengemban ketertiban yang patut digugu dan ditiru, tetapi tidak diharapkan
sikap yang otoriter.
Membina disiplin peserta didik harus
mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu disarankan kepada guru untuk melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a.
Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin
waktu, dan taat aturan
b.
Mempelajari pengalaman peserta didik disekolah
melalui kartu catatan kumulatif
c.
Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan
lingkungan peserta didik
d.
Memberikan tugas yang jelas, dan dapat
dipahami
e.
Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang
dilakukan dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan
f.
Berbuat sesuatu yang bervariasi dan tidak
monoton
g.
Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar
bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya.
4.
CTL (Contextual
Teaching and Learning)
Pembelajaran kontesktual (Contextual Teaching and Learning) yang
sering disingkat CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat
dipergunakan untuk mengefisiensikan dan menyukseskan pendidikan karakter
disekolah. CLT dapat dikembangakan menjadi salah satu model pembelajaran
berkarakter, karena dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada keterkaitan
antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata.
CTL memungkinkan proses belajar yang
tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga
peserta didik dapat mempraktikan karakter-karakter yang dipelajarinya secara
langsung. Pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik memahami hakikat,
makna, dan manfaat belajar, sehingga memunkinkan mereka rajin, dan termotivasi
untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar. Dalam pembelajaran
kontekstual tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik
dengan menyediakan berbagai sarna dan sumebr belajar yang memadai srta
menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan karakter peserta didik.
Pelaksanaan pembelajaran kontekstual
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam peserta didik (internal)
maupun dari lingkungan didik atau luar peserta (eksernal). CTL yang berusaha mengaitkan pembelajaran dengan
pengalaman nyata peserta didik tampaknya patut dijaikan sebagai model
alternatif pendidikan kareakter. CTL adalah sebuah proses pendidikan yang
bertujuan menoong para peserta didik memahami makna dari materi pembeajaran
yang dipelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
keadaan pribadi, sosial dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Pembelajaran partisipatif (partisipative instruction)
Keterlibatan peseta didik merupakan
syarat pertama dalam kegiatan belajar dikelas. Untuk terjadinya keterlibatan
itu peserta didik harus memahami dan memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui
belajar. Untuk mendorong partisipasi pesert didik dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan dan menanggapi respon peserta
didik secara positif, menggnakan
pengalaman berstuktur, menggunakan beberapa instruen, dan menggunakan metode
yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik. Pembelajaran
partisipasif sering juga diartikan sebagai kketerlibatan peserta didik dalam
perncanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Indikator pembelajaran
partisipatif adalah adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik,
adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam mencapai
tujuan, dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pelaksanaan pembelajaran partisipatif
perlu memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut. Pertama, berdasarkan kebutuhan belajar (learning needs based) sebagai keinginan maupun kehendak yang
dirasakan oleh peserta didik. Kedua, berorientasi
kepada tujuan kegiatan belajar (learning
goals and objectives oriented). Ketiga, berpusat kepada peserta didik (partisipan centered). Keempat, belajar berdasarkan pengalaman (experiental learning).
Pembelajaran partisipatif dapat
dikebangkan dengan prosedur sebagai berikut:
a.
Menciptakan suasana yang mendorong peserta
didk siap belajar
b.
Membantu peserta didik menyusun kelompok
c.
Membantu
peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya
d.
Membantu peserta didik melakukan kegiatan
belajar berkarakter
e.
Membantu peserta didik meranncang pola-pola
karakter yang sesuai dengan pengalaman belajar
f.
Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri
terhadap proses dan hasil pendidikan karakter.
F.
Strategi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter di sekolah
dapat dilakukan secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya
manusia yang profesional untuk mengoperasikannya, dana sekolah yang cukup untuk
menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana yang memadai untuk
mendukung proses pembelajaran, serta dukungan yang tinggi dari masyarakat
(orang tua). Harus diakui bahwa sejak zaman orde lama, orde baru, orde
reformasi sampai sekarang pendidikan nasional belum ditangani oleh ahliya
secara profesional. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan
harus melakukan reformasi total terhadap manajemen dan sistem pendidikan
nasional; jika tidak kita tinggal menunggu kehancuran bangsa dan negara ini;
yang berbagai indkatornya sudah dapat dirasakan sekarang.
Berkaitan dengan
kondisi sekolah, di Indonesia pada saat ini sangat bervariasi dilihat dari segi
kualitas, lokasi sekolah, dan partisipasi masyarakat (orangtua). Kualifikasi
sekolah bervariasi dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang sangat
ketinggalan, sedangkan lokasi sekolah bervariasi dari sekolah yang terletak di
perkotaan sampai sekolah yang letaknya di daerah terpencil. Demikian pula
partisipasi orang tua, bervariasi dari yang partisipasinya tinggi sampai yang
kurang bahkan tidak berpartisipasi sama sekali. Kondisi tersebut tampaknya,
akan menjadi permasalahan yang rumit dan harus diprioritaskan penanganannya.
Oleh karena itu, agar pendidikan karakter dapat diterangkan secara optimal,
baik sekarang maupun di masa yang akan datang, perlu adanya pengelompokkan
sekolah berdasarkan tingkat kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokkan
ini dimaksudkan untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam memberikan
dukungan.
1.
Pengelompokkan sekolah
2. Penahapan
yang tepat
3. Pengembangan
perangkat pendukung
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan atau
pelatihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya
secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual,
emosional, sosial, maupun fisik-motoriknya. Hurlock (1986 : 322) mengemukakan
bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak, baik
dalam cara berpikir, bersikap, maupun berperilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi
keluarga dan guru sebagai substitusi orang tua. Beberapa faktor lingkungan
sekolah yang berkonstribusi positif terhadap perkembangan siswa atau anak
diantaranya :
1. Kejelasan visi, misi, dan tujuan yang akan dicapai
2. Pengelolaan atau manajerial yang profesional
3. Para personel sekolah yang memiliki komitmen yang tinggi
terhadap visi, misi, dan tujuan sekolah
4. Para personel sekolah memiliki semangat kerja yang tinggi,
merasa senang, disiplin dan rasa tanggung jawab
5. Para guru memiliki kemampuan akademik dan
profesional yang memadai
6. Sikap dan perlakuan guru terhadap siswa bersifat positif :
bersikap ramah dan respek terhadap siswa, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpendapat atau bertanya
7. Para guru menampilkan perannya sebagai guru dalam
cara-cara yang selaras dengan harapa siswa, begitupun siswa menampilkan
peranannya sebagai siswa dalam cara-cara yang selaras dengan harapan guru
8. Tersedianya sarana prasarana yang memadai
9. Suasana hubungan sosio-emosional antar pimpinan sekolah,
guru-guru, siswa, petugas administrasi, dan orangtua siswa berlangsung secara
harmonis
10. Para personel sekolah merasa nyaman dalam bekerja karena
terpenuhi b kesejahteraan hidupnnya.
Dalam salah satu hasil penelitian mengenai pendidikan, Michael Russel
(Sigelmen & Shaffer, 1995 : 426) mengemukakan tentang definisi sekolah yang
efektif, yaitu yang mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan
santun, sikap positif terhadap belajar, abseinteism yang rendah, melatih
keterampilan sebagai bekal bagi siswa untuk dapat bekerja. Seiring dengan
program pemerintah mengenai pendidikan karakter, maka sekolah memiliki tanggung
jawab untuk merealisasikannya melalui pengintegrasian pendidikan karakter
tersebut ke dalam program pendidikan secara keseluruhan. Sebagai lembaga
pendidikan, sekolah diharapkan menjadi “Centre of nation character building”,
pusat pembangunan karakter bangsa. Pendidikan karakter ini bukan mata
pelajaran, tetapi nilai-nilai karakter itu harus ditanamkan kepada para peserta
didik melalui proses pembelajaran dikelas maupun diluar kelas.
Kemendiknas (2010) menjelaskan bahwa karakter adalah “watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi
berbagai kebijakan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas
sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat
dipercaya, dan hormat kepada orang lain”. Interaksi seseorang dengan orang lain
menumbuhkan karakter masyarakat dan bangsa. Kemendiknas (2010) menyatakan bahwa
nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa
diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini:
1. Agama: Mayarakat Indonesia adalah masyarakat yang
beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu
didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.
2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia
ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang
disebut Pancasila.
3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada
manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya
yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam
pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota
masyarakat itu.
4. Tujuan pendidikan nasional: sebagai rumusan
kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh
berbagai satuan pendidikan diberbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan
nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara
Indonesia.
Berdasarkan
keempat sumber nilai, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya
dan karakter bangsa sebagai berikut:
1. Religius:
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
2. Jujur: Perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Kreatif: Berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki.
4. Mandiri: Sikap perilaku yang
tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
5. Demokratis: Cara berpikir,
bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain.
6. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
7. Semangat Kebangsaan: Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya.
8. Cinta Tanah Air: Cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
9. Menghargai Prestasi: Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
10. Bersahabat/Komunikatif: Tindakan
yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan
orang lain.
11. Cinta Damai: Sikap, perkataan,
dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas
kehadirannya.
12. Gemar Membaca: Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinnya.
13. Peduli Lingkungan: Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
disekitarnya, dan mengembangkan uoaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
14. Peduli Sosial: Sikap dan
tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
15. Tanggung Jawab: Sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
G. Implementasi Pendidikan Karakter
Pada umumnya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan , penciptaan
lingkungan , dan pembiasaan; melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan
kondusif. Dengan demikian apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan
oleh pesetra didik dapat membentuk karakter mereka. Selain menjadikan
keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan utama , penciptaan iklim
dan budaya serta lingkungan yang kondusif juga sangat penting , dan turut
mrmbentuk karakter peserta didik.
Penciptaan
lingkungan yang kondusif dapat dilakukan melalui berbagai variasi metode
sebagai berikut:
1) Penguasaan
2) Pembiasaan
3) Pelatihan
4) Pembelajaran
5) Pengarahan
6) Dan keteladanan
Berbagai metode tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
pembentukan karakter peserta didik . pemberian tugas di sertai pemahaman akan
dasar dasar filosofisnya , sehingga peserta didik akan mengerjakan berbagai
tugas debgan kesadaran dan pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi.
Setiap kegiatan mengandung unsur unsur pendidikan, sebagai contoh dalam
kegiatan kepramukaan , terdapat pendidikan kesederhanaan, kemandirian.
Kesetiakawanan,dan kebersamaan , kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan .
dalam kegiatan olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman
sportivitas, kerja sama (tem work) dan kegigihan dalam berusaha.
H. PerananPentingPendidikanKarakterbagi
Pembangunan Bangsa
Modal orang untuk menjadi sukses tak lepas dari peran penting suatu karakter yang luar biasa. Karakter menjadi suatu hal yang berpengaruh pula dimana sesorang tersebut berada. Pembentukan karakter dapat dibangun pula
melalui sarana Pendidikan.
Negara Indonesia pun sejak masa kemerdekaan sudah memikirkan mengenai Pendidikan Karakter. Para pendiri bangsa menyadari paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, adalah mendirikan bangsa yang
bersatu dan berdaulat, kedua, adalah membangun bangsa, dan ketiga adalah membangun karakter.
Menurut bapak pendiri bangsa Presiden pertama Republik Indonesia
menegaskan : “Bangsa
ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter, karena pemanguna karakter inilah yang akan membuat Indonesia
menjadi bangsa
yang besar, maju dan jaya serta bermartabat.
Di Indonesia Pelaksanaan Pendidikan karakter dirasakan mendesak dan amat perlu pengembangannya bila mengingat makin meningkatnya tawuran antar pelajar, serta bentuk – bentuk kenakalan remaja lainya terutama di kota – kota besar,
pemerasan/kekrasan, kecenderungan dominasi senior terhadap yunior, penggunaan narkoba dan lain – lain.
Bangsa ini serasa kehilangan jati dirinya, bangsa
yang dikenal dengan bangsa yang santun kini kesantunannya pun
sudah jarang ditemukan. Keadaan ini telah menjadi keprihatinan nasional. Pada perayaan hari nyepi di Jakarta
tahun 2010 yang lalu, Presiden Republik Indonesia menyampaikan pesannya: “
pembangunan watak amat penting. Kita
ingin membangun manusia Indonesia
yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demikian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik (good society).
Sebagai tindak lanjut dari pidato Presiden tersebut maka salah satu program 100
hari Kementrian Nasional adalah pendidikan karakter. Salah satu dampak dari kegiatan tersebut, sejak digalakannya kembali pembelajaran di
Indonesia. Sebenarnya
sejak orde
lama pendidikan karakter sudah ada namun dikenal dengan nama pendidikan budi pekerti, yang mana landasan pengembangan kebudayaan,
pendidikan budi pekerti lebih banyak ditekankan pada hubungan antar-manusia, antar-siswa dan guru, antara siswa dan orang tua dan antar-siswa. Disamping mengembangkan hubungan yang berada antar-sesama manusia, pendidikan karakter juga mengembangkan bagaimana hubungan yang pantas dan layak antara manusia kepada sang Pencipta, Al-Khalik, serta dengan alam lingkungannya.
Berkaitan dengan dirasakan semakin mendesaknya implementasi pendidikan karakter di
Indonesia tersebut, Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional dalam publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Dalam publikasi Pusat Kurikulum dinyatakan bahwa pendidikan karakter berfungsi untuk :
1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik,
2. Memperkuat dan membangun perilaku baik yang multikultur,
3. Meningkatkan peradaban bangsa yang
kompetitif dalam pergaulan dunia.
Dalam kaitan itu telah diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang
merupakan hasil kajian empiric
Pusat Kurikulum,
nilai – nilai bersumber dari Agama,
Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional tersebut adalah :
(1)Religius,
(2) jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8)
Demokratis, (9) Rasa ingin tahu, (10)Semangat Kebangsaan, (11) Cinta tanah air, (12) menghargai Prestasi, (13)
bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai (15) gemar membaca, (16) Peduli lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18)
tanggung jawab.
Negara yang mengembangkan pendidikan karakter bukan hanya Negara Indonesia melainkan Negara Amerika Serikat,
pengembangan dan penggalakan pendidikan karakter di
Amerika Serikat sejalan dengan pendidikan kecakapan hidup. Sementara itu di Kanada ada berbagai istilah untuk Pendidikan Karakter yaitu pendidikan nilai, pendidikan
moral, pendidikan kewarganegaraan,
pembelajaran social-emosional dan lain – lain, yang mana semua itu menjadi suatu proses bagi pengembangan atribut – atribut tersebut dalam diri pembelajar.
Di samping Amerika Serikat dan Kanada Negara-
Negara lain yang juga
mempraktekkan
pendidikan karakter sejak dasar adalah Inggris, Spanyol,
Jepang, Cina, dan Korea Selatan. Sejumlah Negara
tersebut begitu antusias terhadap pelaksanaan pendidikan karakter karena sejumlah penelitian membuktikan bahwa pendidikan karakter berdampak positif, baik terhadap pembelajaran,
persekolahan maupun kehidupan anak – anak pada masa mendatang.
Sebagian Negara mengembangkan pendidikan karakter bagi warga negaranya dengan berbagai cara pula. Semuanya itu dilakukan untuk dapat menyelamatkan generasi yang sudah mulai hanyut oleh arus negative maka dari itulah pendidikan karakter amatlah diperlukan agar pengembangnnya merata pendidikan karakter ini diberikan melalui lembaga pendidikan yang mana semua warga Negara paling tidak dapat mendapatkannya di tingkat pendidikan yang paling dasar.
Implementasi
pendidikan karakter
di Indonesia menurut
Kementrian Pendidikan Nasional,
Pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada,
1. Pendidikan
Formal
Pendidikan karakter pada pendidikan formal
berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA,
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMA/MAK dan perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokulikuler dan atau ekstra-kulikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
2. Pendidikan
Non Formal
Dalam pendidikan non formal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus. Pendidikan kesetaraan,
pendidikan keaksaraan. Dalam lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokirikulker dan atau ekstra-kurikuler,
penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.
3. Pendidikan Informal
Dalam pendidikan
informal pendidikan
karakter berlangsung dalam keluarga yang
dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa didalam keluarga terhadap anak – anak yang
menjadi tanggung jawabnya.
I.
Keterkaitan Pendidikan Karakter
Dengan PPKn
Beberapa
waktu belakangan ini sangat marak pemberitaan tentang pentingnya penanaman
pendidikan karakter pada warga negara. Sebenarnya pentingnya pendidikan
karakter telah disadari oleh para pendiri negara sejak awal berdirinya negara
Indonesia. Mereka menyatakan bahwa bukan hanya negara saja yang perlu dibangun,
tetapi juga bangsa. Bahkan pembangunan bangsa menjadi perhatian utama, sebab
kemajuan negara sangat bergantung pada kemajuan bangsa. Untuk keperluan itu,
para pendiri negara telah memberikan penekanan pada pembangunan karakter
bangsa, dengan arah dan landasan yang jelas, yakni Pancasila. Hal ini sesuai
dengan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
Mengingat
pentingnya hal yang di atas, pemerintah berupaya memfokuskan pembangunan
karakter bangsa kepada para peserta didik, sebagai generasi penerus bangsa.
Kemudian oleh pemerintah penanaman pembangunan karakter bangsa dimasukkan ke
dalam kurikulum mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Di dalam Standar Isi Mata pelajaran PPKn disebutkan bahwa PPKn merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan
UUD 1945. Salah satu implikasinya adalah di dalam pembelajaran PPKn juga
dimasukkan muatan kurikulum mengenai bagaimna menjadi warga negara yang
berkarakter. Perwujudan hal tersebut ialah diajarkannya pendidikan karakter,
sebagai salah satu realisasi dari pembelajaran PPKn.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan
karakter merupakan pendidikan yang sangat penting untuk membina kepribadian
peserta didik. Karakter sangat berpengaruh terhadap kelakuan seseorang
dimanapun dia berada. Oleh sebab itu, kesuksesan seseorang tak lepas dari modal
pendidikan karakter yang dimilikinya. Sepertinya yang diungkapkan oleh Presiden
Soekarno yang intinya adalah pembangunan karakter harus diutamakan karena
memiliki manfaat untuk bangsa menjadi besar, maju dan jaya serta
bermartabat.
Pendiri negara telah memberikan penekanan pada pembangunan
karakter bangsa, dengan arah dan landasan yang jelas, yakni Pancasila. Hal ini
sesuai dengan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Oleh sebab itu,
pemerintah berupaya memfokuskan pembangunan karakter bangsa kepada para peserta
didik, sebagai generasi penerus bangsa. Kemudian oleh pemerintah penanaman
pembangunan karakter bangsa dimasukkan ke dalam kurikulum mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
B. Saran
Mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi harus selalu diajarkan
mengenai pendidikan karakter. Setiap pendidik hendaknya memiliki kompetensi
untuk mendidik perihal pendidikan karakter. Proses mendidik dilakukan secara
bertahap sehingga peserta didik bisa menyesuaikan bahan ajar menurut jenjang
pendidikannya. Dengan begitu diharapkan akan terlahir generasi-generasi emas
bangsa Indonesia yang terbekali dengan karakter-karakter baik agar berguna untuk bangsa Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Budimansyah, Dasim. (2012). Perancang Pembelajaran Berbasis Karakter.
Bandung: Widya Aksara Press.
Lickona, Thomas. (2013). Pendidikan Karakter Panduan Lengkap
Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusamedia.
Mulyasa. (2012). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT.Bumi
Aksara.
Saptono. (2011). Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter, Wawasan,
Strategi, dan Langkah Praktis. Jakarta: Erlangga.
Samani, Muchlas & Hariyanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan
Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Muslich, Masnur. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan
Krisis Multidimensional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Tirtarahardja, Umar. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Post a Comment
- Kritik dan saran sangat dinantikan demi kemajuan website ini.
- Silakan melaporkan jika adal, jika ada link yang mati.
- Mohon untuk berkomentar sesuai dengan tema postingan.
- Dilarang berkomentar yang mencantumkan Link Aktif. jika ditemukan, akan saya hapus.