sumber gambar : politik.news.viva.co.id |
Abstrak
Program Legislasi Nasional merupakan instrumen
perencanaan pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai bagian dari
pembangunan hukum nasional, sehingga Prolegnas ini dijadikan strategi dalam
pembangunan hukum nasional dalam skala tertentu baik dekat maupun panjang yang
dilakukan oleh DPR bersama Pemerintah. Namun nampaknya kinerja para lembaga
yang berwenang belum optimal, menyebakan prolegnas ini belum didapat
terselesaikan sesuai dengan target. Untuk itu tujuan dari paper ini untuk
menganalisis dan mengevaluasi Program Legislasi Nasional di Indonesia tahun
2010-2014.
Keyword : Prolegnas, Evaluasi Kuantitas, Evaluasi
Kualitas
Pendahuluan
Menurut
Undang-Undang No. 17 tahun 2007, Pembangunan Hukum Nasional merupakan salah satu agenda dalam Rencana
Pembangunan Nasional 2005-2025. Salah satunya yaitu adanya Program
Legislasi Nasional. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) menurut UU Nomor 10
tahun 2004 adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang
disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.Sehingga prolegnas menjadi
instrumen mekanisme perencanaan hukum, yakni para pembentuk undang-undang (DPR
dan Pemerintah) merencanakan pembangunan materi hukum melalui
perundang-undangan melalui suatu program yang terencana, terpadu dan
tersistematis.
Pada
tahun 2005-2009, Prolegnas tahun 2005-2009, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai maksud dan tujuannya. Sampai tahun terakhir, kinerja DPR dalam
bidang legislasi masih menyisakan sejumlah besar RUU yang belum diajukan
ataupun belum selesai dibahas. Kinerja legislasi DPR-RI periode2004-2009 hanya
mencapai 71.7 persen dengan menyelesaikan 193 RUU (disetujui dan disahkan
menjadi undang-undang) dari 284 yang ditargetkan pada prolegnas 2005-2009. Disamping
itu Mayoritas RUU yang dihasilkan adalah RUU pemekaran wilayah dan ratifikasi
perjanjian internasional, hal tersebut belum padahal tidak bengitu dibutuhkan
rakyat Indonesia. Justru yang dibutuhkan malah tidah dibahas oleh DPR bersama
Pemerintah.
Berdasarkan
pengalaman periode yang lalu, maka pada tahun 2010-2014 DPR pada awal masa
tugas mereka mencanangkan target 247 RUU dalam program legislatif nasional
(prolegnas) sepanjang lima tahun. Target ini lebih rendah dari periode
sebelumnya (2005-2009). Hal ini dimaksudkan agar DPR bersama Pemerintah dapat
menyelesaikan Prolegnas tersebut baik dari segi kuantitas maupun kualitas
dengan baik dan prolegnas yang disyahkan bermanfaat bagi masyarakat.
Dengan
demikian paper ini bertujuan untuk
menganalisis program legislasi nasional yang telah dilakukan pemerintah bersama
DPR pada tahun 2009-2014. Apakah DPR bersama Pemerintah dapat menyelesaikan semua
RUU tersebut dan bagaimana substansi dari RUU tersebut terhadap kebutuhan
masyarakat. Maka prolegnas tahun 2010-2014 akan dievaluasi berdasakan segi
kuantitas dan kualias. Pengevaluasian dapat dijadikan penentu arah dan
kebijakan politik hukum yang akan dibangun dalam lima tahun kedepan dalam
pembahasan Prolegnas tahap berikutnya.
Evaluasi Kuantitas
Pada
tahun 2010-2014, DPR bersama Pemerintah pada awal masa tugas mereka
mencanangkan target 247 RUU dalam program legislatif nasional (prolegnas) dengan
5 RUU Kumulatif terbuka sepanjang lima tahun.[1]
Namun kinerja lembaga legislatif belum dapat dilaksanakan sesuai maksud dan
tujuan, karena sampai akhir tugasnya masih menyisakan RUU yang belum dibahas
cukup banyak yaitu 121 RUU.
DPR
bersama Pemerintah selama 5 tahun tersebut hanya mampu menyelesaikan 126 RUU.
Dengna rincian pada tahun 2010 mampu menyelesaikan 16 UU, tahun 2011 naik
menjadi 24, dan tahun 2012 menuntaskan 30 UU, namun tahun 2013 menurun menjadi
22 UU dan pada akhir periodenya mampu menyelesaikan 31. Ditambah dengan 3 UU
Kumulatif terbuka yang mampu diselesaikan dari 5 RUU kumulatif terbuka
tersebut. Sehingga totalnya 126 UU dengan 59 UU diprakarsai oleh DPR, 65 UU
diprakarsai pemerintah dan 3 UU bersifat kumulatif terbuka. [2]
Jadi
dari 247 RUU Prolegnas, hanya dapat dibahas dan disyahkan sejumlah 126 RUU,
yang di dalamnya terdapat 3 RUU kumulatif terbuka. Dengan demikian kinerja
lembaga legislatif pada tahun 2010-2014 hanya mencapai 50,6% dari target awal.
Sehingga jika dilihat dari hasil capaian cukup rendah dibandingkan tahun
2005-2009 yang dapat mencapai 71,7%. Maka kinerja lembaga legislatif pada tahun
2010-2014 kinerjanya lebih buruk dari pada periode sebelumnnya.
Penyebab
tidak terselesaiakannya prolegnas yaitu diantaranya : Pertama secara
substantif, pascapelantikan hingga berakhirnya masa tugas, representasi seorang
anggota DPR secara penuh tertuju pada partai politik (parpol). Eksistensi
anggota DPR seluruhnya di bawah kendali penuh parpol. Dengan demikian
kepentingan parpol yang kadang membuat pembahasan UU tersandera dan lamban.
Kedua, pola perencanaan sampai pada mekanisme pembahasan RUU tidak diatur baik.
Akibatnya, prolegnas hanya menjadi keranjang untuk mengumpulkan usulan RUU dari
pemerintah dan DPR, tanpa ada mekanisme penyortiran RUU mana yang paling
diprioritaskan untuk dibahas. Ketiga, lemahnya sumber daya atau kapasitas
anggota DPR.
Evaluasi Kualitas
Penekanan RUU pada
kualitas substansi memang penting, karena prolegnas sebagai grand design
atau desain besar pembangunan hukum di Indonesia. RUU yang dihasilkan lembaga
legislatif harus berpihak dan bermanfaat bagi rakyat, karena meskipun UU yang
disyahkan telah diproses berdasarkan prolegnas masih ada kemungkina untuk diujikan material ke Mahkamah Konstirusi (MK)
yang disebut Judial Review. Sehingga lembaga legistatif harus mempertimbangkan
substansi dari setiap RUU prolegnas tersebut, hal ini jika masih banyak UU yang
diajukan Judical Review ke MK menandakan bahwa hasil pembahasan lembaga
legislatif masih kurang berkualitas.
Pada
tahun 2010-2014, dari segi kualitas prolegnas yang dihasilkan oleh DPR bersama
Pemerintah banyak mengundang sejumlah kritik, namun ada pula yang pantas
mendapat penghargaan. Hal ini karena ada sejumlah substasi RUU yang
diselesaikan lembaga legislatif tersebut lebih berpihak kepada rakyat. RUU
tersebut diantaranya UU Bantuan Hukum, UU tentang BPJS, UU tentang Desa, UU
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU tentang Bantuan Hukum, serta
UU tentang Penanganan Fakir Miskin. Di samping itu juga ada revisi UU yang
memang sangat penting untuk diperbaiki, seperti UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, UU tentang Penyelengara Pemilu dan juga Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara, RUU Kumulatif terbuka yang
diselesaikan DPR RI meliputi kumulatif terbuka tentang Pengesahan Perjanjian
Internasional, kumulatif terbuka tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota, kumulatif terbukia tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti UU menjadi UU.
Sehingga
banyak RUU yang diselesaikan oleh lembaga legislatif yang berpihak pada rakyat.
Namun disisi lain dalam hal ekonomi, hanya membahas 39 RUU bidang ekonomi.
Akibatnya pembangunan ekonomi melambat karena tidak adanya kepastian hukum.
Kalangan dunia usaha menjadi ragu-ragu dalam melakukan investasi. Disamping itu
juga banyak UU yang di-judicial review ke MK, dimana dalam hal tersebut MK
membatalkan 12 pasal dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas yang dianggap
tidak sesuai.[3]
Dengan
demikian, secara kualitas pada tahun 2010-2015 UU yang dihasilkan dari
prolegnas cukup baik dibandingkan pada tahun 2005-2009. Karena pada tahun
2010-2015 banyak UU yang dihasilkan memihak pada rakyat, meskipun ada beberapa
UU yang dianggap kurang sesuai. Hal tersebut berbeda dengan periode sebelumnya
yang sebagian besar tentang pemekaran daerah dan justru RUU yang dinilai sangat
dibutuhkan masyarakat dan merupakan kebutuhan pembangunan nasional justru tidak
banyak terselesaikan.
Kesimpulan
dan Saran
Pada
tahun 2010-2015 nampaknya prolegnas yang dihasilkan lebih menekankan pada aspek
kualitas, sehingga walaupun secara kuantitas prolegnas yang diselesakan oleh
DPR bersama Pemerintah hanya mencapai 50.6% itu merupakan angka yang rendah
dibanding periode sebelumnya. Tapi di satu sisi secara kualitas, RUU yang
dibahas pemeritah lebih memihak pada rakyat dan dinilai dibutukan masyarakat
demi pembangunan nasional. Namun masih ada juga prolegnas yang dibatalkan oleh
MK karena dianggap tidak sesuai yakni tentang Ormas. Disamping itu pembangunan
ekonomi melambat karena tidak adanya kepastian hukum, karena hanya ada 39 RUU
yang membahas tentang ekonomi.
Jadi
secara kuantitas RUU prolegnas tahun 2010-2015 yang berhasil diselesaikan
lembaga legislatif lebih rendah atau menurun yaitu 126 RUU dari 247
dibandingkan periode sebelumnya 2005-2009 yang dapat menyelesaikan 193 RUU dari
284. Namun secara kualitas ada baiknya dan juga ada buruknya. Dengan demikian,
kinerja DPR bersama pemerintah dirasa belum optimal dan belum dapat mencapai
target yang dicanangkan sejak awal jabatannya. Hal ini dikarenakan representasi
seorang anggota DPR secara penuh masih tertuju
pada partai politik (parpol), selain itu juga rendahnya sumber daya dan
kapasitas dari lembaga legislatif tersebut.
Saran
untuk DPR maupun Pemerintah harus lebih optimal dan bekerja dengan maksimal
dalam menjalankan tugasnya, karena dengan prolegnas ini Indonesia dapat
membangun sistem hukumnya menjadi lebih baik. Disamping itu pengajuan RUU prolegnas
harus siap secara subtanstif maupun teknis perundang-undangan dan didasarkan
pada kebutuhan rakyat yang mendesak serta lebih realistis sesuai dengan
kemampuan DPR dan pemerintah menyelesaikannya. Untuk masyarakat, harus
meningkatan partisipasinya dalam setiap tahapan penyusunan RUU hal itu
dimaksudkan untuk mencegah adanya penolakan atau judicial review ketika
diundangkan.
Daftar
Pustaka
UU Nomor 17 tahun 2007
UU Nomor 10 tahun 2004
Materi Perkuliahan Politik Hukum tentang Program
Legislasi Nasional
Post a Comment
- Kritik dan saran sangat dinantikan demi kemajuan website ini.
- Silakan melaporkan jika adal, jika ada link yang mati.
- Mohon untuk berkomentar sesuai dengan tema postingan.
- Dilarang berkomentar yang mencantumkan Link Aktif. jika ditemukan, akan saya hapus.