KONDISI DEMOKRASI INDONESIA PADA PEMILU 2014



KONDISI DEMOKRASI INDONESIA PADA PEMILU 2014
Oleh : Ukti Binti Arifah (K6413074/B)
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Pendahuluan
Tahun 2014 saat ini merupakan tahun politik. Dimana rakyat akan memberikan suara pada Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses politik untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat. Pemilu bertujuan agar proses kompetisi, partisipasi, dan jaminan atas hak- hak politik masyarakat bisa terpenuhi. Didalam Pemilu, semua warga negara mempunyai hak yang sama untuk memilih pemimpin politiknya secara langsung. Suara atau pilihan- pilihan didalam Pemilu tersebut lalu dikonversikan kedalam “kursi” di Dewan Perwakilan atau Jabatan Eksekutif. Namun pada pemilu 2014 pemilihan presiden dan lembaga legislatif tidak dilakukan hal serentak sehingga pada masa kampanye hanya sedikit Partai Politik peserta pemilu yang mengangkat Isu Calon Presiden dari Partai.
Dan pada tanggal 9 April yang lalu Indonesia telah melakukan pemilihan legislatif. Dalam pemilihan tersebut KPU sudah menetapkan hasil perolehan suara dan alokasi perolehan kursi DPR. Namun Prosentase perolehan suara sah dan prosentase perolehan kursi DPR berbeda. Padahal prosentase itu merupakan hasil partisipasi rakyat Indonesia. Hal ini berarti dimana letak kedaulatan rakyatnya atau demokratisnya, apabila terjadi perubahan prosentase tersebut. Artinya antara perolehan suara dan perolehan kursi menjadi tidak sebanding.

Sedangkan untuk Pemilu 2019 yang akan datang, antara pemilu legislative dan pemilu presiden akan serentak, sehingga kotak hasil pemilu menjadi 5, yaitu untuk DPR, DPD, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Presiden. Namun dalam hal itu pasti ada kelebihan dan kekurangan dalam pemilu serentak tersebut.

Cara Menghitung Perolehan Kursi DPR
Untuk menghitung perolehan kursi untuk pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012 (UU 8/2012) dan dijabarkan dalam Peraturan KPU No.29 Tahun 2013 (PKPU 29/2013). Selain itu, terkait ambang batas perolehan suara untuk mendapatkan kursi di parlemen atau dikenal dengan parliamentary threshold (PT), Mahkamah Konstitusi memutus PT yang diberlaku untuk pemilu DPRD inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk menghitung perolehan kursi parpol dan penetapan calon anggota DPR terpilih, yaitu:
1. Syarat Memenuhi PT 3,5%        
Syarat yang pertama agar bisa memperoleh kursi di DPR, partai tersebut harus memenuhi PT yang ditetapkan. Meskipun parpol mendapatkan suara lumayan tinggi tidak menjamin suaranya dihitung apabila parpol tersebut tidak memenuhi PT yang ditetapkan oleh UU 8/2012, yaitu sekurang-kurangnya 3,5 % dari jumlah suara sah secara nasional untuk pemilu DPR. Apabila parpol tidak memenuhinya, suara yang diperoleh dari pemilu 2014 tidak dihitung untuk untuk menentukan kursi anggota DPR.
Jadi pada pemilu 2014 yang tidak lulus ambang batas 3,5% yaitu PKPI DAN Partai Bulan Bintang.
2. Menentukan Jumlah Suara Sah untuk Penghitungan Kursi
Setelah ditentukan parpol yang suaranya hangus dan parpol yang memenuhi PT, tahap berikutnya yaitu menentukan jumlah suara sah untuk penghitungan kursi.Sebelum menentukan angka BPP DPR, langkah awal untuk menghitung jumlah suara sah untuk penghitungan kursi dengan cara, yaitu: total perolehan suara sah parpol di setiap dapil dikurangi perolehan suara sah parpol yang tidak memenuhi PT 3,5 persen. Nantinya bukan total perolehan suara sah parpol di setiap dapil yang diperhitungkan dalam menentukan angka BPP, tetapi jumlah suara yang sudah dikurangi suara parpol yang tidak lolos PT tersebut. Suara parpol yang tidak lolos PT tidak dihitung.
Jadi pada pemilu 2014 di Dapil Jawa Barat I total suara yang syah adalah 1.430.718 dikurangi dengan  jumlah perolehan suara partai Bulan Bintang dan PKPI di dapil Jawa Barat I itu sebesar 34.090 dan 9.644. Hasilnya menjadi 1.386.984. (Ada dilampiran 1).

3. Menentukan BPP (Bilangan Pembagi Pemilih)
Setelah ada jumlah suara sah untuk penghitungan kursi, langkah selanjutnya adalah menentukan angka BPP (Bilangan Pembagi Pemilih). Untuk menentukan angka BPP dengan cara: jumlah suara sah diatas (total suara sah seluruh parpol dikurangi seluruh suara parpol yang tidak lolos PT) dibagi jumlah kursi di dapil tersebut.
Jadi diambil untuk contoh dapil Jawa Barat I
Jumlah suara sah untuk perhitungan sebebsar 1.386.984 dan dan dapil tersebut dialokasikan 7 kursi, maka BPP-nya adalah 1.386.984  = 198.140,6   dibulatkan menjadi 198.141
                                                     7
4. Menghitung Perolehan Kursi dengan Dua Tahap
Penghitungan perolehan kursi parpol di setiap dapil menurut UU 8/2012 dilakukan dalam dua tahap. [1]
Tahap Pertama:
Penghitungan tahap pertama dilakukan dengan cara membagi jumlah suara sah setiap parpol (yang lolos 3,5%) dengan angka BPP. Ada kemungkinan parpol mendapatkan beberapa kursi (1 kursi atau lebih) atau justru tidak mendapatkan kursi pada tahap pertama ini.
Ada tiga ketentuan penghitungan kursi pada tahap pertama, yaitu:
Apabila suara sah suatu parpol sama jumlahnya atau lebih besar dibandingkan dengan BPP, parpol tersebut memperoleh kursi.
Apabila dalam penghitungan tahap pertama masih terdapat sisa suara, maka sisa suara tersebut akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua.
Jadi sisa suara partai pada tahap pertama ini tidak hilang. Nanti sisa suara dibandingkan peringkat suaranya dengan suara partai lain yang tidak mendapatkan kursi atau sisa suara partai yang sudah mendapatkan kursi.
Apabila suara sah suatu parpol tidak mencapai BPP, maka parpol tersebut tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama. Tapi ada kemungkinan dapat kursi pada tahap kedua. Karena jumlah suara sahnya masih dihitung dengan dianggap “sisa suara” yang digunakan dalam penghitungan kursi tahap kedua.
Jadi pada tahap pertama ini, pada dapil Jawa Barat I yang mendapatkan kursi DPR berdasarkan rekpitulasi perolehan suara (yang terlampir diatas) adalah partai PDIP mendapatkan 1 kursi karena suaranya 329.095 dan partai Gerinda mendapatkan 1 kursi dengan perolehan suara 220.728. Namun hal tersebut belum pasti masih bisa berubah karena sisa perolehan suara akan dihitung ketahap yang kedua. Dan juga masih sisa 5 kursi DPR di dapil Jawa Barat I ini.
Tahap Kedua:
Penghitungan tahap kedua dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi yang belum terbagi satu per satu sampai habis kepada parpol berdasarkan sisa suara terbanyak.
Yang dimaksud masih terdapat “sisa suara” pada penghitungan tahap pertama apabila:
Parpol yang mendapatkan sejumlah kursi pada tahap pertama kemungkinan ada “sisa suara” (jika jumlah suara sah parpol melebihi angka BPP).
Misalnya Partai PDIP yang mendapatkan suara 329.095 dan angka BPPnya 198.141. Maka mendapatkan 1 kursi, dengan sisa suara 329.095 – 198.141 = 130.954
Partai Gerinda yang mendaptkan suara 220.728, sehingga sisa suaranya adalah 220.728 – 198.141 = 22.587
Parpol yang tidak mencapai angka BPP (otomatis tidak dapat kursi di tahap pertama) pada penghitungan tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dianggap “sisa suara” yang akan diperhitungkan peringkatnya terhadap parpol lain.
Pada tahap kedua ini dimungkinkan sebuah parpol memiliki suara sah atau sisa suara sama. Dalam hal ini terjadi maka parpol yang memiliki sisa suara yang lebih banyak persebarannya di dapil yang bersangkutan yang berhak atas sisa kursi terakhir. KPU dalam PKPU-nya dijelaskan parpol dinyatakan memiliki sebaran sisa suara yang lebih banyak apabila sisa suara tersebut tersebar pada jumlah wilayah yang lebih banyak pada 1 (satu) tingkat di bawahnya.
Jadi, pada penghitungan tahap kedua ini sisa kursi dibagi habis kepada parpol yang sudah mendapatkan kursi pada penghitungan tahap pertama dan/atau parpol yang belum mendapatkan kursi pada penghitungan tahap pertama.
Dan ini rumusannya:  
Partai Nasdem (tahap pertama tidak dapat kursi). Suara belum terbagi: 96.979
Partai PKB (tahap pertama tidak dapat kursi). Suara belum terbagi: 56.098
Partai PKS (tahap pertama tidak dapat kursi). Suara belum terbagi: 165.442
Partai PDIP (tahap pertama dapat 1 kursi). Sisa suara: 130.954
Partai Golkar (tahap pertama tidak dapat kursi). Suara belum terbagi:149.982
Partai Gerinda (tahap pertama dapat 1 kursi). Sisa suara: 22.587
Partai Demokrat (tahap pertama tidak dapat kursi). Suara belum terbagi: 115.236
Partai PAN (tahap pertama tidak dapat kursi). Suara belum terbagi: 63.390
Partai PPP (tahap pertama tidak dapat kursi). Suara belum terbagi: 90.496
Partai Hanura (tahap pertama tidak dapat kursi). Suara belum terbagi: 99.538

Apabila setelah tahapan pertama masih ada sisa 5 kursi belum terbagi, maka kursi tersebut berturut-turut diberikan kepada partai PKS (1 kursi), partai Golkar (1 kursi), partai PDI (1 kursi), partai Demokrat (1 kursi), dan partai Hanura (1 kursi). Sehingga partai PDIP mendapatkan 2 kursi pada tahap pertama dan kedua. Sedangkan partai PKS, Golkar, Demokrat, dan Hanura mendapatkan kursi pada tahap kedua. Dan yang 1 kursi didapat Partai Gerinda pada tahap 1pertama. (Dan ini lampirannya yang penetapan kursi DPR tiap – tiap Partai dilampiran 2).[2]
Perbedaan Prosentase antara Perolehan Suara dan Perolehan Kursi DPR
No
PARTAI
Suara
%  Suara
Kursi
%   Kursi
1.
Nasdem
8.402.812
6,72 %
35
6,25 %
2.
PKB
11.298.957
9,04 %
47
8,39 %
3.
PKS
8.480.204
6,79 %
40
7,14 %
4.
PDIP
23.681.471
18,95 %
109
19,46 %
5.
Golkar
18.432.312
14,75 %
91
16,25 %
6.
Gerindra
14.760.371
11,81 %
73
13,03 %
7.
Demokrat
12.728.913
10,19 %
61
10.89 %
8.
PAN
9.481.621
7,59 %
49
8,75 %
9.
PPP
8.157.488
6,53 %
39
6,96 %
10.
Hanura
6.579.498
5,26 %
16
2,86 %
11.
Partai Damai Aceh*
0
0 %
0
0 %
12.
Partai Nasional Aceh*
0
0 %
0
0 %
13.
Partai Aceh*
0
0 %
0
0 %
14.
Partai Bulan Bintang**
1.825.750
1,46 %
0
0 %
15.
PKPI**
1.143.094
0,91%
0
0 %

 JUMLAH
124.972.491
100 %
560
100 %

Pemilu merupakan salah satu sarana bagi rakyat dalam menyampaikan aspirasi. Demokrasi menolak adanya kepemimpinan yang secara turun- menurun, dan Pemilu dapat menghindarkan Negara dari kepemimpinan dengan model seperti itu. Pemilu merupakan pengejewantahan dari diterapkannya Demokrasi dalam sebuah Negara, dimana rakyat dapat dengan langsung memilih Wakilnya untuk duduk dalam Parlemen dan Struktur Pemerintahan. Pemilu diharapkan dapat meningkatkan Tatanan sebuah Politik yang baik dan Pemerintahan yang Demokratis. Pemilu menjadi sarana yang sangat penting, bagi tegaknya demokrasi yang sehat dan baik. Sedangkan, demokrasi itu sendiri adalah sarana bagi terwujudnya setiap masyarakat yang adil dan makmur. Namun pada kenyataannya prosentase antara hasil suara dan perolehan kursi belum seimbang.
Di Indonesia, Pemilu berfungsi sebagai saluran untuk menentukan kehendak rakyat dalam memilih pemimpin dan wakil mereka. Rakyat mendelegasikan tugas- tugas didalam membuat keputusan politik kepada orang atau sekelompok dari Pejabat Publik yang telah selesai mereka pilih. Oleh karena itu, para pemimpin dan wakil rakyat yang menjadi Anggota Badan Perwakilan Rakyat, pada hakikatnya diseleksi sendiri oleh rakyat. Jadi, apabila rakyat tidak peduli dengan Pemilu, maka secara tidak langsung bisa dikatakan bahwa mereka juga tidak peduli dengan hak- hak dan kedaulatannya sendiri.
Jika dalam perwujudan Demokrasi melalui pemilu sejalan dengan falsafah yang dianut oleh Bangsa Indonesia yaitu Demokrasi Pancasila yang percaya bahwa “Kedaulatan atau kekuasaan berada ditangan rakyat yang bersumber kepribadian dan filsafah hidup Bangsa Indonesia”. Dasar dari Demokrasi Pancasila adalah kedulatan rakyat seperti tercantum dalam Undang- Undang Dasar 1945, pasal 1 ayat 2 yaitu “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Setelah melakukan perhitungan diatas ternyata prosentase jumlah perolehan kursi DPR masing – masing partai berbeda dengan hasil perolehan suara syah partai politik berbeda. Hal tersebut karena dalam menentukan perolehan kursi DPR itu berdasarkan dapil, dan di Indonesia ada 7. Dan setiap dapil di Indonesia jumlah alokasi kursi DPRnya berbeda – beda. Namun apabila dilihat dari perspektif demokrasi kedaulatan rakyat yang terjadi perbedaan prosentase diatas, dirasa kurang adil, hal tersebut karena suara rakyat baginya tidak begitu digunakan apabila tidak memenuhi BPP. Padahal suara rakyat sangat menentukan hasil pemilu, tapi dalam prosentase pemilu tersebut malah sangat berbeda. Dan disini tidak semua menurun dan tidak semua meningkat. Ada beberapa partai yang dirugikan dan beberapa yang diuntungkan. Sehingga katanya negara Indonesia yang menganut kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam pemilu, namun tetap saja Indonesia masih belum bisa menerapkan secara maksimal. Namun bagaimana lagi hal tersebut sudah sesuai prosedur tata cara perhitungan perolehan kursi DPR.

Rencana Pemilu 2019 akan dilaksanakan Serentak
Dalam keputusannya MK menyatakan diadakannya pemilu dua kali pada tahun 2014 ini, yaitu pemilu legislatif dan presiden, bertentangan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga tidak lagi bisa dijadikan dasar penyelenggaraan pemilu. Sehingga pemilu 2014 ini dianggap kurang syah karena bertentangan dengan UUD 1945. Maka hal tersebut tidak akan diulang lagi, dan rencananya tahun 2019 pemilu akan dilaksanakan secara serentak. Pemilu serentak yaitu pemilu yang menyelanggarakan pemilihan atau pencoblosan secara serentak artinya memilih presiden langsung bersamaan dengan pemilu calon legislatif.         
Keuntungan Pemilu Serentak
  1. Hemat waktu dalam pemilihan 
  2. Hemat dana penyelenggraan pemilu
  3. Bisa langsung tahu Presiden siapa yang di usung masing masing Partai
  4. Mengembalikan system presidensial yang sesuai dengan UUD 45 yang telah lama di rubah dalam amandemen
  5. Meminimaliskan politik uang dalam pemilihan calon presiden tidak seperti yang selama ini ada yaitu ada kompromi loby-loby politik dalam menentukan calon presiden yang akan mengakibatkan terikatnya kontrak politik yang mendukungnya sehingga dalam kepemimpinanya Presiden tidak bebas melakukan keputusan karena terikanya kontrak politik dengan partai komprominya
Kerugianya Pemilu Serentak
  1. Kpu belum siap mulai dari penyedian logistik maupun tenaga karena mendadak
  2. Masyarakat sedikit bingung karena ketambahan pencoblosan kartu suara calon persiden
  3. Katakutan akan adanya kekisruhan pemilu di karenakan KPU dan Masyarakat belum siap sehingga akan menimbulkan permasalahan baru.
  4. Sistem ini akan membuat rakyat menjadi bingung memilih caleg dan presiden yang terbaik, karena semakin banyak partai-partai yang dibentuk oleh tokoh-tokoh yang berambisi untuk menjadi presiden.
Bila dilihat dari perspektif demokrasi. Dalam hal ini kelebihan maupun kekurangan masyarakat bisa tahu calon presiden partai ini dibanding calon presiden partai lainnya, sehingga kita memilih partai sesuai dengan pemimpin yang di usungnya dan sesuai dengan yang di harapakan masyarat. Secara pandangan kedepan kepemimpinanya tidak akan terikat kontrak politik sehingga pemimpin bisa bebas untuk mengambil keputusan untuk kemakmuran masyarakat. Bayangakan yang selama ini kita terjadi setelah pemilihan partai baru menentukan calon presiden disini ada loby-loby ataupun rayuan - rayuan politik antar partai untuk menggolkan calon presiden tertentu dan ini berakibat buruk dalam kepemimpinan persiden nanti, artinya belum tentu presiden yang di pilih partai sesuai dengan keinginan manyarakat yang memilih partai tersebut.
Namun dalam sistem serentak akan semakin banyak capres yang muncul, padahal seorang capres merupakan orang yang terpilih dan bukan orang sembarangan yang harus benar – benar diseleksi oleh partai. Semakin banyak calon tidak berarti semakin demokratis, walaupun sebenarnya memang harus dibuka peluang seluas-luasnya dalam pencapresan itu.

Post a Comment

- Kritik dan saran sangat dinantikan demi kemajuan website ini.
- Silakan melaporkan jika adal, jika ada link yang mati.
- Mohon untuk berkomentar sesuai dengan tema postingan.
- Dilarang berkomentar yang mencantumkan Link Aktif. jika ditemukan, akan saya hapus.