MAKALAH
TINDAK
PIDANA NARKOBA
“PENERAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA TERHADAP PECANDU
NARKOBA YANG BERSTATUS PELAJAR”
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Pidana yang diampu oleh Triana Rejekiningsih, SH, KN, M.Pd
Disusun
Oleh :
Nama :
Ukti Binti Arifah
NIM :
K6413074
Kelas :
B
Semeter :
II
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
bisa menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Pidana yang berjudul Penerapan Tindak Pidana Narkoba pada Pecandu Narkoba yang Berstatus
Pelajar.
Kegiatan ini penulis lakukan untuk
menambah pengetahuan penulis tentang Tindak Pidana Narkoba di era globalisasi
ini yang penggunanya para pelajar. Dengan adanya kegiatan ini penulis dapat
belajar melalui referensi yang ada, sehingga dapat lebih memperjelas analisis
serta implikasinya yang sedang penulis pelajari.
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Penulis berharap makalah
ini dapat bermanfaat serta dapat menambah pengetahuan kita.
Akhirnya tiada gading yang tak retak, penulis memohon maaf jika
terdapat kekurangan dalam penulisan makalah
ini. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Surakarta, 24 Mei 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.
Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A.
Pengertian Narkoba dan Jenis - Jenisnya.............................................. 3
B.
Tindak Pidana Narkoba........................................................................ 6
C.
Sanksi Pidana terhadap Tindak Pidana Narkoba.................................. 8
D.
Analisis Kasus Tindak Pidana Narkoba.............................................. 11
BAB III KESIMPULAN...................................................................................... 15
A.
Kesimpulan......................................................................................... 15
B.
Saran................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hukum
adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa, hukum ini akan dibicarakan tentang
hukum pidana sebagai suatu subsistem hukum yang berlaku di Indonesia dengan
kasus tindak pidana narkotika. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku didalam suatu Negara. Hukum pidana itu terdiri dari
norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh
pembentuk Undang- undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi yang berupa
hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat
juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang
menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan
sesuatu) dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta
hukuman yang bagaimana dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.
Saat
ini peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan sasaran potensial
generasi muda sudah menjangkau berbagai penjuru daerah dan penyalahgunanya
merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada dasarnya narkotika sangat
diperlukan dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan
tetapi penggunaan narkotika menjadi berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Oleh
karena itu untuk menjamin ketersediaan narkotika guna kepentingan kesehatan dan
ilmu pengetahuan di satu sisi, dan di sisi lain untuk mencegah peredaran gelap
narkotika yang selalu menjurus pada terjadinya penyalahgunaan, maka diperlukan
pengaturan di bidang narkotika.
Peraturan
perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika
sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk
kejahatan inkonvensional yang dilakukan secara sistematis, menggunakan modus
operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir
(organizeci crime) dan sudah bersifat transnasional (transnational crime).
Dengan diberlakukannya undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
menggantikan undang-undang Nomor 22 tahun 1997 dan undang-undang Nomor 9 tahun
1976 menandakan keseriusan dari pemerintah untuk menanggulangi bahaya
penyalahgunaan narkotika.
Untuk
itu penulis akan menganalisis tindak pidana narkoba yang dilakukan oleh para
pelajar, karena sekarang banyak sekali pengguna narkoba yang masih pelajar
bahkan mereka sampai menghalalkan berbagai cara untuk dapat membeli narkoba
tersebut. Oleh karena itu, dalam menganalisis kasus tersebut diperlukan
pengertian dan dasar – dasar hukum mengenai tindak pidana narkoba.
- Apakah yang dimaksud narkoba dan apa saja jenisnya?
- Apa itu tindak pidana narkoba?
- Bagaimana sanksi terhadap tindak pidana narkoba?
- Bagaimana analisis mengenai pengguna narkoba yang masih sekolah?
- Penulis dapat memaparkan pengertian narkoba dan jenis – jenisnya
- Penulis dapat memahami maksud tindak pidana narkoba
- Penulis dapat menjelaskan sanksi terhadap tindak pidana narkoba
- Penulis dapat menganalisis terhadap pengguna narkoba yang masih sekolah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Narkoba dan Jenis – Jenisnya
Narkoba di singkat Narkotika dan Obat- obatan
berbahaya. Istilah lain yang digunakan oleh DepKes RI yaitu NAPZA merupakan
singkatan dari Narkotika, Pasikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua istilah
diatas mengacu pada sekelompok zat yang mempunyai resiko kecanduan atau adiksi.
Narkotika yang kini telah menjadi fenomena berbahaya yang populer di tengah
masyarakat kita.
Narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan
pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan
cara memasukkan ke dalam tubuh.[1]Istilah
narkotika di sini sama artinya dengan “drug”,
yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan
pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh bagi pemakainya, yaitu:
- mempengaruhi kesadaran;
- memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia
- pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa :
· penenang
· perangsang
· menimbulkan
halusinasi (pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan,
kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat).
Sebenarnya narkotika merupakan zat atau obat yang
sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun,
jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat
menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat
khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya
yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada
akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Menurut
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1 ayat 1 : ”Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.” Kemudian di Pasal 6 ayat 1 membagi narkotika
menjadi 3 golongan yaitu :
a.
Narkotika golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalanm
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Antara lain sebagai berikut:
1)
Tanaman Papaver
Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya,
kecuali bijinya.
2)
Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh
dari buah tanaman Papaver Somniferum L
yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan
pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya
3)
Opium masak terdiri dari :
a)
candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu
rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan
atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu
ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b)
jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa
memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c)
jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4)
Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan
bijinya.
5)
Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam
bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon
dari keluarga Erythroxylaceae yang
menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.
6)
Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun
koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
7)
Kokaina, metil
ester-1-bensoil ekgonina.
8)
Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari
tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian
tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
b.
Narkotika golongan II: Narkotika yang berkhasiat pengobatan,
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Antara lain seperti:
1)
Alfasetilmetadol;
2)
Alfameprodina;
3)
Alfametadol;
4)
Alfaprodina;
5)
Alfentanil;
6)
Allilprodina;
7)
Anileridina;
8)
Asetilmetadol;
9)
Benzetidin;
10)
Benzilmorfina;
11)
Morfina-N-oksida;
12) Morfin
metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian
turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida, dan lain-lain.
c.
Narkotika golongan III: Narkotika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Antara
lain seperti:
1)
Asetildihidrokodeina
2)
Dekstropropoksifena:α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol
propionat
3)
Dihidrokodeina
4)
Etilmorfina : 3-etil
morfina
5)
Kodeina : 3-metil
morfina
6)
Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina
7)
Nikokodina : 6-nikotinilkodeina
8)
Norkodeina : N-demetilkodeina
9)
Polkodina : Morfoliniletilmorfina
10)
Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida
11)
Buprenorfina:21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-6,14-endo
entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina
12)
Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
13)
Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan
narkotika
14)
Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan
narkotika
B.
Tindak Pidana
Narkoba
Tindak
Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan ketentuan khusus, walaupun
tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang Narkotika bahwa tindak pidana
yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu
disangksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut
merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan
kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar
kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya
akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat
membahayakan bagi jiwa manusia.[2]
Dalam
Pasal 1 ayat 13 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Pecandu
Narkotika adalah Orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan
dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis
sedangkan penyalah guna narkotika dalam Pasal 1 ayat 15 Undang-undang Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika adalah Orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak
atau melawan hukum. Pengembangan
Narkotika bisa digunakan untuk pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam Bab
IX Pasal 53 sampai dengan Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 terutama
untuk kepentingan Pengobatan termasuk juga untuk kepentingan Rehabilitasi.
Untuk pelaku
penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Sebagai pengguna, Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.
- Sebagai pengedara, Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 dan denda.
- Sebagai produsen, Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun atau seumur hidup atau mati dan denda.
Mengingat
betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu diingat beberapa
dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut
ini:
1. Undang-undang
RI No. 7 tahun 1997 tentang PengesahanUnited Nation Convention Against Illicit
Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 ( Konvensi PBB
tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika, 1988)
2. Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
sebagai pengganti UU RI No. 22 tahun 1997.
Menurut Dr.Graham
Bline, penyalahgunaan narkotika dapat terjadi karena beberapa
alasan, yaitu:
- Faktor intern (dari dalam dirinya)
- sebagai proses untuk menentang suatu otoritas terhadap orang tua, guru, hukum atau instansi berwenang,
- mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual,
- membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya dan penuh resiko,
- berusaha mendapatkan atau mencari arti daripada hidup,
- melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman sensasional dan emosional,
- mengisi kekosongan dan mengisi perasaan bosan, disebabkan kurang kesibukan,
- mengikuti kemauan teman dan untuk memupuk rasa solidaritas dan setia kawan,
- didorong rasa ingin tahu dan karena iseng.
- Faktor Ekstern
- Adanya usaha-usaha subversi untuk menyeret generasi muda ke lembah siksa narkotika
- Adanya situasi yang disharmoniskan (broken home) dalam keluarga, tidak ada rasa kasih sayang (emosional), renggangnya hubungan antara ayah dan ibu, orang tua dan anak serta antara anak-anaknya sendiri,
- Karena politik yang ingin mendiskreditkan lawannya dengan menjerumuskan generasi muda atau remaja
- Penyalahgunaan narkotika merupakan wabah yang harus mendapatkan penanggulangan yang serius dan menyeluruh. Penanggulangan dan pencegahan harus dilakukan dengan prioritas yang tinggi serta terpadu.
Sanksi
pidana merupakan penjatuhan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang
dinyatakan bersalah dalam melakukan perbuatan pidana. Tujuan dari sanksi pidana
menurut Bemmelen adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat, dan
mempunyai tujuan kombinasi untuk menakutkan, memperbaiki dan untuk kejahatan
tertentu membinasakan.[3]
Jenis-Jenis Sanksi Pidana
Secara eksplisit bentuk-bentuk
sanksi pidana tercantum dalam pasal 10 KUHP. Bentuk-bentuk sanksi pidana ini
dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Dibawah ini adalah
bentuk-bentuk pidana baik yang termasuk pidana pokok maupun pidana tambahan
yaitu:
a. Pidana Pokok
1)
Pidana mati
2)
Pidana Penjara
3)
Pidana Kurungan
4)
Pidana Tutupan
5)
Pidana Denda
b. Pidana
Tambahan
1)
Pencabutan Hak-Hak Tertentu
2)
Perampasan Barang Tertentu
3)
Pengumuman Putusan Hakim
Teori
Pemidanaan
Pemidanaan berasal dari kata “pidana
yang sering diartikan pula dengan hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan
dengan hukuman. Kalau orang mendengar kata “hukuman”.Sudarto, mengemukakan:[4]
“pidana tidak hanya enak dirasa pada waktu dijalani, tetapi sesudah orang yang
dikenai itu masih merasakan akibatnya yang berupa “ cap “ oleh masyarakat,
bahwa ia pernah berbuat “jahat”. Cap ini dalam ilmu pengetahuan disebut
“stigma”. Jadi orang tersebut mendapat stigma, dan kalau ini tidak hilang, maka
ia seolah-olah dipidana seumur hidup.”
Biasanya teori pemidanaan dibagi
dalam tiga golongan besar, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Teori
absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldings theorieen);
Menurut
teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu
kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana merupakan akibat
mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan
kejahatan.
2. Teori
relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen);
Pidana
bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang
telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mampunyai tujuan tertentu yang
bermafaat. Dasar pembenar adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada
tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan karena orang yang membuat kejahatan (quia
peccatum est) melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan (ne peccetur).
Menurut teori ini, pemidanaan merupakan sarana untuk melindungi kepentingan
masyarakat.
3. Teori
gabungan.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu:
a.
Bersifat menakut-nakuti (afschrikking).
b.
Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering).
c.
Bersifat membinasakan (onschadelijk maken).
Syarat-syarat
pemidanaan
Ada pendapat, seperti yang
dikemukakan oleh van Feuerbach, bahwa pada hakikatnya ancaman pidana mempunyai
suatu akibat psikologis yang menghendaki orang itu tertib, berhubung pidana itu
merupakan sesuatu yang dirasakan tidak enak bagi terpidana. Oleh karena itu,
ditentukan syarat-syarat atau ukuran-ukuran pemidanaan. Baik yang menyangkut
segi perbuatan maupun yang menyangkut segi orang atau si pelaku, pada segi
perbuatan dipakai asas legalitas dan pada segi orang dipakai asas kesalahan.
Asas legalitas menghendaki tidak
hanya adanya ketentuan-ketentuan yang pasti tentang perbuatan yang bagaimana
dapat dipidana, tetapi juga menghendaki ketentuan atau batas yang pasti tentang
pidana yang dapat dijatuhkan. Asas kesalahan menghendaki agar hanya orang-orang
yang benar-benar bersalah sajalah yang dapat dipidana, tiada pidana tanpa
kesalahan.
Dalam hal ini Sudarto, mengemukakan
sebagai berikut: “syarat pertama untuk memungkinkan adanya penjatuhan pidana
ialah adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam
undang-undang. Ini adalah konsekuensi dari asa legalitas. Rumusan delik ini
penting artinya sebagai prinsip kepastian. Undang-undang pidana sifatnya harus
pasti. Di dalamnya harus dapat diketahui dengan pasti apa yang dilarang atau
apa yang diperintahkan”.
Tujuan
Pemidanaan
Pemerintah dalam menjalankan hukum
pidana senantiasa dihadapkan suatu paradoxalitiet yang oleh Hazewinkel-Suringa
dilukiskan sebagai berikut: “pemerintah Negara harus menjamin kemerdekaan
individu, menjaga supaya pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati.
Tetapi, kadang-kadang sebaliknya pemerintah Negara menjatuhkan hukuman, dan
justru menjatuhkan hukuman itu, maka pribadi manusia tersebut oleh pemerintah
Negara diserang misalnya, yang bersangkutan dipenjarahkan. Jadi, pada pihak
satu, pemerintah Negara membela dan melindungi pribadi manusia terhadap
serabgan siapapun juga, sedangkan pada pihak lain pemerintah Negara menyearang
pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu”.
KASUS
Asyik
isap ganja dan lem, tiga pelajar SMP di Jambi diciduk BNN
Reporter : Hery H Winarno | Selasa, 25 Februari 2014 12:31
Merdeka.com
- Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Jambi menangkap tiga pelajar SMP yang
sedang mengonsumsi narkotika jenis ganja kering. Ke tiga pelajar tersebut
diamankan dari sebuah ruko di Jalan Adiytiwarman, Sukarejo, saat mereka sedang
mengisap ganja.
Ketiga
pelajar tersebut yang diamankan BNN Kota Jambi tersebut adalah Al (14) status
pelajar kelas 2 SMP, BM (14) dan F (16) keduanya duduk dikelas 3 SMP negeri di
Kota Jambi. Ke tiga pelajar itu ditangkap Senin malam (24/2) setelah adanya
laporan warga yang melihat di rumah berlantai dua itu sering dipakai pesta
narkoba.
Saat
mendapatkan informasi dan anggota bergerak ke lokasi dan hasilnya menangkap
tiga pelajar sedang memakai narkotika jenis ganja.
Pengakuan
ketiga pelajar Al, BM dan F tersebut selain pakai ganja mereka juga memakai
obat-obatan daftar G dan lem. Mereka membeli ganja tersebut dari seorang bandar
atas nama Joko. Ganja dibeli sepaket 20 ribu dan pelajar itu rutin pakai
narkotika.
"Ketiga
pelajar tersebut akan direhabilitasi oleh BNN Kota Jambi, karena mereka adalah
korban dan pengguna narkotika," kata Kepala BNN Kota Jambi AKBP Try
Setiadi seperti dikutip dari Antara, Selasa (25/2).
Atas
perbuatannya ketiga pelajar itu pasal 54 dan 55 Undang-Undang Nomor 35 tahun
2009, tentang rehabilitasi korban narkotika. Ketiga pelajar itu akan dirujuk ke
rumah sakit jiwa dan kemudian akan direhabilitasi.
"Dalam
waktu dekat akan dikirim ke tempat rehabilitasi di Lido di Jawa Barat atau
Badoka, Sulawesi Selatan," terangnya.
Pelajar,
AL kepada sejumlah wartawan mengatakan, akan mengakui dalam sehari bisa isap
ganja empat kali hanya untuk senang-senang. Kemudian AL juga mengakui jika
tidak dapat uang untuk membeli ganja tersebut pelaku sering mukul ibunya untuk
mendapatkan uang untuk membeli ganja kering.
Pihak
BNN Kota Jambi masih akan berkoordinasi lagi dengan pihak keluarga untuk
mengirim ketiga pelajar tersebut ke tempat rehabilitasi korban narkoba.[5]
ANALISIS
1)
Pengguna
atau Pecandu Narkoba
Pecandu
narkoba tersebut adalah tiga orang pelajar yaitu diantaranya Al (14) status
pelajar kelas 2 SMP, BM (14) dan F (16) keduanya duduk dikelas 3 SMP negeri di
Kota Jambi. Tiga pelajar SMP yang sedang mengonsumsi narkotika jenis ganja
kering dan juga memakai obat-obatan daftar G dan lem. Mereka membeli ganja
tersebut dari seorang bandar atas nama Joko. Ganja dibeli sepaket 20 ribu dan
pelajar itu rutin pakai narkotika. Mereka berhasil diamankan dari sebuah ruko
di Jalan Adiytiwarman, Sukarejo, saat mereka sedang mengisap ganja.
2)
Barang
Bukti
Saat
penangkapan barang bukti yang ditemukan adalah ganja jering yang sedang mereka
hisap.
Keterangan
dari terdakwa :
·
AL mengakui dalam sehari bisa isap ganja
empat kali hanya untuk senang-senang. Kemudian AL juga mengakui jika tidak
dapat uang untuk membeli ganja tersebut pelaku sering mukul ibunya untuk
mendapatkan uang untuk membeli ganja kering.
·
Pengakuan ketiga pelajar Al, BM dan F
tersebut selain pakai ganja mereka juga memakai obat-obatan daftar G dan lem
Disamping
itu juga, adanya laporan warga yang melihat di rumah berlantai dua itu sering
dipakai pesta narkoba.
3)
Hukuman
Pelajar
tersebut sebagai pengguna maka dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman
hukuman paling lama 15 tahun. Namun karena penyalahgunaan narkoba tersebut
untuk dirinya sendiri maka terjerat pasal 127, yang berbunyi :
Pasal 127
1) Setiap
Penyalah Guna:
a. Narkotika
Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun;
b. Narkotika
Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun; dan
c. Narkotika
Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun.
2) Dalam
memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.
3) Dalam
hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau
terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Dan ganja merupakan
jenis narkoba golongan I maka para pecandu dijerat hukuman paling lama selama 4
tahun. Berdasarkan kasus tersebut, karena penggunanya masih pelajar maka para
pelajar harus di Rehabilitasi, yaitu seperti yang tertera pasal 54 dan 55. Hal
tersebut karena pelajar merupakan generasi muda yang masih mempunyai cita –
cita dan harapan yang tiggi maka dilakukan rehabilitasi dan itu juga untuk
mengatasi adanya ketergantungan dari narkoba tersebut.
Pasal 54
Pecandu
Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 55
1) Orang
tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Namun karena pecandu tersebut masih sekolah SMP maka
anak tersebut dinyatakan belum cukup umur. Dan adanya peringanan yaitu pasal
128 ayat (1) dan (2), yang berbunyi :
Pasal 128
1) Orang
tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
2) Pecandu
Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau
walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.
Dengan
demikian hukuman bagi pelajar diatas hanyalah pidana kurungan paling lama 6
bulan atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000 dan juga adanya
Rehabilitasi, yang berdasarkan kasus tersebut akan direhabilitasi di Lido Jawa
Barat atau Badoka, Sulawesi Selatan.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Narkotika
adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi
orang-orang yang, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Sebernarnya narkotika zat yang bermanfaat dalam dunia medis,
namun disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan
dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau
masyarakat khususnya generasi muda. Untuk itu Undang-undang Nomor 35 tahun 2009
yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam
Undang-undang Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah
tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangksikan lagi bahwa semua tindak
pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan.
Bahkan
pecandu narkoba sekarang ini sebagian besar adalah pelajar yang belum cukup
umur. Hal ini disebabkan ingin mencoba – coba sesuatu yang baru tanpa
memikirkan efeknya. Hal lain juga karena ingin melepaskan diri dari rasa
kesepian dan ingin memperoleh pengalaman sensasional dan emosional. Untuk itu
perlu dikenakan sanksi pemidanaan agar mempertahankan ketertiban masayrakat. Jenis-jenis
pidana ini sangat bervariasi, seperti pidana mati, pidana seumur hidup, pidana
penjara, pidana kurungan dan pidana denda yang merupakan pidana pokok, dan
pidana pencabutan hak-hak tertentu, perampasan baran-barang tertentu, dan
pengumuman putusan hakim yang kesemuanya merupakan pidana tambahan.
Dengan demikian hukuman bagi para pecandu narkoba
tiap golongan pun berbeda – beda. Berdasarkan kasus yang dibahas diatas pelajar
tersebut menggunakan narkoba golongan I sehingga mendapatkan pidana kurungan
paling lama 4 tahun, namun karena pelajar dianggap belum cukup umur dan masih
mempunyai harapan dan cita – cita yang tinggi. Maka bagi pelajar hanyalah
mendapatkan pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak
Rp 1.000.000. Disisi lain pelajar tersebut harus direhabilitasi, karena hal
tersebut sesuai pasal 54 dan 55.
- Untuk pelajar, sebaiknya lebih berhati – hati dalam bergaul jangan sampai terjerumus dalam lembah kegelapan yang membuat masa depan kita hancur hanya karena narkoba.
- Untuk guru dan orang tua, harus lebih menjaga dan memperhatikan anaknya sebaik mungkin dengan memberikan kasih sayang yang tulus sehingga anak tidak merasa kesepian. Jadi hal – hal yang negatif tersebut dapat dicegah.
- Untuk pemerintah, harus lebih mengoptimalkan kebijakan – kebijakan serta progran untuk menangulangi terjaginya tindak pidana narkoba terutama di kalangan pela
DAFTAR PUSTAKA
Mahrus, Ali.2008. Kejahatan Korporasi Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi
Penanggulangan Kejahatan Korporasi. Yogyakarta :Arti Bumi Intaran
Sasangka, Hari.2003. Narkotika dan
Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung : Mandar Maju
Sudarto.
1973. Masalah-Masalah Hukum Nomor 11.
Semarang : Fakultas hukum Undip
Supramono, G. 2001. Hukum Narkotika Indonesia.
Jakarta : Djambatan
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Merdeka.com.2014. Asyik isap ganja dan lem, tiga pelajar SMP
di Jambi diciduk BNN. Online (http://www.merdeka.com/peristiwa/asyik-isap-ganja-dan-lem-tiga-pelajar-smp-di-jambi-diciduk-bnn.html).
Diakses tanggal 22 Mei 2014
[1] Hari Sasangka, Narkotika
dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2003, hlm.33
[2] Supramono, G. 2001. Hukum Narkotika
Indonesia.Djambatan, Jakarta.
[3] J.M van
Bemmelen Hukum Pidana 1 (Hukum Pidana Material Bagian Umum), Terjemahan Hasnan,
Bina Cipta, Bandung 1987, h. 128, dalam Mahrus Ali, Kejahatan Korporasi Kajian
Relevansi Sanksi Tindakan Bagi Penanggulangan Kejahatan Korporasi, Arti Bumi
Intaran, Yogyakarta, 2008 h. 137.
[4] Sudarto,
masalah-masalah hukum nomor 11, 1973 dikeluarkan oleh Fakultas hukum Undip,
Semarang, halaman 22-23.
[5] Merdeka.com. Asyik isap ganja dan lem, tiga pelajar SMP
di Jambi diciduk BNN. 2014. Online (http://www.merdeka.com/peristiwa/asyik-isap-ganja-dan-lem-tiga-pelajar-smp-di-jambi-diciduk-bnn.html). Diakses
tanggal 22 Mei 2014
Post a Comment
- Kritik dan saran sangat dinantikan demi kemajuan website ini.
- Silakan melaporkan jika adal, jika ada link yang mati.
- Mohon untuk berkomentar sesuai dengan tema postingan.
- Dilarang berkomentar yang mencantumkan Link Aktif. jika ditemukan, akan saya hapus.